Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Juru ketik di emperbaca.com. Penulis generalis. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Reversi Korban KDRT dan Cara Kita Memandang Kekerasan Terhadap Perempuan

9 Oktober 2023   15:40 Diperbarui: 10 Oktober 2023   18:58 1277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ancaman akan terasa lebih menakutkan kalau si perempuan punya anak yang juga diancam. Pun akan terasa menampar mental bila si perempuan punya aib yang tidak diketahui orang lain dan akan dipermalukan dengan aib itu.

Seringkali si lelaki betul-betul menjalankan ancamannya untuk memperlihatkan kekuasaan dan membuktikan dia tidak main-main. 

Laman UN Women-entitas PBB untuk kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan-menyebut cuma kurang dari 40 persen perempuan yang berani melapor pada keluarga atau teman dan hanya kurang dari 10 persennya yang berani melapor ke polisi.

2. Tidak bisa minta tolong. Korban KDRT tidak bisa minta tolong karena akses mereka berkomunikasi dengan orang lain diputus oleh pelaku dengan cara ponselnya disimpan, tidak boleh keluar rumah, dan tidak boleh menerima tamu.

3. Tidak dipercaya. Tidak sedikit perempuan korban KDRT yang mengadu ke keluarga atau teman, tapi tidak dapat bantuan. Sebagian keluarga malah mengatakan, "Coba kamu bertahan dulu, siapa tahu dia berubah."

Banyak juga korban yang malah tidak dipercaya dan dianggap mengada-ada karena si lelaki terlihat sopan, taat beragama, dan mudah bergaul. Jadinya tidak heran kalau korban KDRT keburu meninggoy sebelum sempat tertolong.

4. Disalahkan. Perempuan yang disalahkan padahal suaminya yang melakukan KDRT juga banyak terjadi di masyarakat kita. 

Biasanya terjadi di keluarga yang kolot atau yang menafsirkan agama secara sempit dan beranggapan perempuan harus patuh terhadap suami karena ridho suami adalah ridho Allah.

 5. Terjebak secara finansial kepada pelaku. Terlepas dari gaya hidup atau tidak terbiasa menjalani gaya hidup biasa-biasa saja, seorang  perempuan bisa terjebak dalam hubungan penuh KDRT ketika dia jadi istri lelaki berada.

Hal sama juga dialami juga dialami oleh istri kedua, wanita simpanan, sugar baby, atau perempuan yang menikah untuk melunasi utang. Saat ingin meninggalkan lelaki pelaku KDRT, mereka sudah sangat tergantung secara finansial sehingga tidak bisa apa-apa lagi kalau pergi.

Hal-hal diatas membuat korban KDRT merasa sendirian dan merasa tidak ada yang bisa dilakukannya selain bertahan dalam hubungan yang diwarnai KDRT. Maka membaca lima hal diatas bisa jadi masukan buat kita untuk menahan diri dari menyalahkan perempuan korban KDRT, apalagi mengulik-ngulik masa lalu si wanita dan menghakiminya.

Cara Kita Menolong Korban KDRT

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun