Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Juru ketik di emperbaca.com. Penulis generalis. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Reversi Korban KDRT dan Cara Kita Memandang Kekerasan Terhadap Perempuan

9 Oktober 2023   15:40 Diperbarui: 10 Oktober 2023   18:58 1277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi KDRT | sumber gambar dari shutterstock

KDRT yang membuat perempuan babak belur atau kehilangan nyawa bukan cuma dialami Venna Melinda, Putri Balqis Khairunnisa, Tiara Maharani, dan Dini Sera Afriyanti, melainkan dialami banyak perempuan di berbagai belahan dunia. Lembaga nonprofit World Economic Forum mencatat tiap jam ada enam perempuan tewas ditangan laki-laki. Mayoritas laki-laki itu merupakan pasangan atau keluarga si perempuan. 

Komnas Perempuan memuat laporan ada 325.534 kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia selama tahun 2022. Jumlah itu cuma yang tercatat atau ada dalam laporan badan peradilan agama, badan peradilan umum, dan badan pembinaan hukum. Jumlah yang tidak tercatat amat mungkin jauh lebih besar.

Ilustrasi dukungan terhadap perempuan korban KDRT | Sumber: UN Women
Ilustrasi dukungan terhadap perempuan korban KDRT | Sumber: UN Women

Paling membuat miris dari setiap kejadian KDRT, tidak sedikit orang yang malah menyalahkan perempuan dengan berbagai asumsi tanpa dasar seperti, "Makanya jadi perempuan mesti mandiri tidak tergantung laki-laki," atau, "Jatuh cinta jangan bucin sampai mau diapa-apain sama laki." 

Tiap terjadi KDRT yang membuat seorang perempuan terluka batin, babak belur fisik, apalagi sampai tewas, yang salah tetaplah si lelaki. Jangan dibalik  (reverses) seolah perempuan yang salah karena memulai lebih dulu atau menyerahkan dirinya ke tangan lelaki psikopat.

Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah pola perilaku kasar dalam hubungan apa pun yang digunakan oleh satu pasangan untuk mendapatkan atau mempertahankan kendali atas pasangan intim lainnya. 

Dengan demikian, menurut Healthline dan Psychology Today kekerasan verbal dan nonverbal yang dialami seseorang (laki dan perempuan) selama menjalin hubungan walau belum menikah tetap dikategorikan sebagai domestic violence atau KDRT.

Sementara itu pada Pasal 5 UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT, yang termasuk dalam KDRT adalah kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, atau penelantaran rumah tangga.

Alasan Perempuan Bertahan dalam Hubungan KDRT

Alih-alih memandang sebagai korban, banyak dari kita yang malah menyalahkan perempuan kenapa mau bertahan dengan suami atau kekasih yang melakukan KDRT. Percayalah, tidak ada satu pun perempuan yang mau bertahan, hanya saja mereka punya alasan kuat untuk tidak melapor ke polisi, minta perlindungan LPSK, atau meninggalkan si pria, atau apa pun.

1. Diancam. Si lelaki selalu mengancam akan membuat susah keluarga dan teman-teman si perempuan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun