Kekalahan harus diterima sebagai bagian dari kebesaran jiwa dan hati. Namun kalau kekalahan itu datang karena pelemahan dari pihak lain, kita berhak mempertanyakan bahkan menggugatnya bila punya bukti.
Berkaca pada tahun sebelumnya, penyelenggaraan lomba MAPSI Kabupaten Magelang tahun ini jauh lebih baik dengan transparansi, kejujuran, dan keadilan yang diterapkan oleh panitia pelaksana dan juri kepada semua peserta. MAPSI adalah singkatan dari Mata Pelajaran PAI dan Seni Islami yang terdiri dari 14 cabang lomba, salah satu diantaranya cabang rebana atau hadroh.
Pada lomba cabang rebana peserta harus menampilkan pertunjukan rebana klasik dan rebana modern dengan waktu tampil maksimal 15 menit. Juri juga memberikan tambahan waktu 5 menit bagi tiap peserta untuk menaruh instrumen musik ke panggung dan menyetelnya ke sound system.
Penyelenggaraan yang transparan dan adil ternyata belum menjadi jalan bagi sekolah anak kami untuk menyabet juara pertama sebab sandungan itu ternyata datang dari dalam daging sendiri.
Disharmoni Intro
Saat rebana klasik selesai dan tim mulai memainkan intro rebana modern, sekilas tidak ada yang aneh dengan musik yang dimainkan. Semua terdengar oke-oke saja.
Namun bagi  yang sering mendengar musik dan lagu pasti tahu ada disharmoni pada intro yang disebabkan tepukan rebana yang tidak harmonis dengan suara keyboard. Saya yakin juri pasti paham hal ini.
Satu-satunya alat musik yang bisa dubah dan bisa membuat keseluruhan musik disharmoni adalah keyboard karena merupakan instrumen yang harus dibawa sendiri oleh sekolah peserta.
Drum sudah ada di panggung disiapkan oleh panitia untuk menghemat waktu persiapan peserta. Sedangkan biola juga sudah di-tune sedari awal sebab milik si violinis pribadi. Rebana pun tidak bisa diapa-apakan karena merupakan alat musik pukul yang tergantung dari keras-pelannya pukulan si pemain.
Pun demikian dengan saron (alat musik yang dipukul seperti gamelan) tidak bisa diapa-apakan sebab yang bisa diganti cuma kepingannya saja. Gitar bass sebenarnya bisa diubah setelannya, tapi tidak memberi efek dishamoni dramatis sebab suaranya hanya sebagai pelengkap dan tidak dominan.
Dishamoni intro terjadi akibat kejanggalan yang terjadi berdasarkan pengamatan saya langsung di depan panggung.
Selama latihan di sekolah anak saya memainkan keyboard merek Yamaha. Namun di panggung saat tampil dia diberi keyboard Korg. Akibatnya anak saya jadi harus mencari dulu nomor berapa suara String di Korg padahal pemain rebana dan drum sudah mulai memainkan intro.
Anak saya sempat bertanya dimana letak suara String kepada pelatihnya yang duduk di samping panggung, tapi sang pelatih diam saja. Kali kedua anak saya menanyakan barulah pelatih menjawab String di nomor 34. Nomor 34 di Korg ternyata tidak bersuara String jadi anak saya berimprovisasi sendiri. Semua itu berlangsung saat pemain lain sudah memainkan intro.
Untung saja suara di keyboard 2 tidak ada masalah sebab si pemain menggunakan Yamaha seperti yang dipakainya tiap latihan. Disharmoni juga untungnya hanya berlangsung tidak sampai dua menit. Hanya saja karena terjadi di bagian intro yang memberi kesan awal bagi siapa pun yang mendengarnya, maka penampilan tim sekolah kami jadi tidak sebaik yang diharapkan.
Disharmoni tidak bakal terjadi kalau pelatih tidak mendadak menukar keyboard. Kalaupun mau menukar sang pelatih bisa lebih dulu menyetel Korg di nomor suara yang sama seperti tiap latihan.
Manusia memang tidak ada yang sempurna, tapi hasil latihan bisa membuat keterampilannya sempurna. Makanya ada pepatah practice makes perfect.
Membangun Persepsi Pralomba
Disharmoni intro yang terjadi diatas panggung terus terang bikin heran sebab sekolah anak kami berlatih intensif selama 2-4 jam tiap hari supaya tampil maksimal dan tidak malu-maluin mewakili Kecamatan Muntilan. Makanya saya jadi kepikiran untuk merunut ketidakwajaran yang terjadi pralomba.
1. Koreografi lebih banyak duduk. Anak saya mengutarakan keheranannya tentang koreografi untuk permainan rebana klasik.
Tahun lalu banyak gerakan yang harus dilakukan pemain saat sesi rebana klasik. Sekarang lebih banyak duduk. Saat itu kami berpikir koreografi dibuat lebih banyak duduk untuk menyesuaikan dengan posisi mikrofon yang rendah supaya suara rebana terdengar kencang dari atas panggung ke meja juri.
2. Vokalis fals dan pemain rebana lemah. Sang pelatih mengeluhkan suara vokalis laki-laki di tim rebana yang fals dan kurang kencang sampai pelatih membuat pernyataan, "Wah, ini gak bisa menang kalau vokalisnya fals dan pelan."
Beberapa kali juga mengeluhkan pukulan pemain rebana yang pelan dan mengatakan akan kalah kalau pukulan rebana beberapa anak selalu pelan.
Buat saya itu aneh karena idealnya pelatih selalu membangun positivisme ke anak didik dan memoles yang kurang bagus jadi lebih baik.
3. Kalau ada yang salah lanjut aja. Beberapa kali pelatih mengatakan hal itu saat latihan yang mengesankan tim pasti akan berbuat kesalahan di panggung.
Padahal gunanya latihan supaya tidak ada kesalahan yang dibuat tim saat tampil. Kalau pelatih terus-menerus mengutarakan kepesimisannya lantas buat apa dia mengadakan latihan.Â
Conflict of Interest dan Keberpihakan
Walau ada disharmoni ternyata kami berhasil menyabet juara 3. Inilah yang lantas membuat saya berpikir kalau ada disharmoni saja kami juara 3, berarti kami sebenarnya bisa saja juara 1, apalagi kalau koreografinya keren seperti tahun kemarin.
Lantas saya terbersit untuk merangkai sebab-akibat dari ketidakwajaran yang terjadi selama latihan dengan adanya disharmoni saat manggung yang memunculkan kesan sekolah kami kurang latihan dan persiapan.
Rangkaian itu memunculkan dugaan sebab-akibat kalau pelatih sengaja membuat persepsi "kalah tidak apa-apa karena kita memang banyak kelemahan" supaya semua pihak di sekolah kami menerima andai tim rebana kalah dan tidak dapat juara.Â
Ketidakwajaran yang dilakukan dan disampaikan sang pelatih saya duga untuk melemahkan sekolah anak kami dan memenangkan sekolah lain yang mewakili kecamatan tuan rumah. Sang pelatih kami ketahui juga melatih di sekolah yang mewakili kecamatan tuan rumah dibuktikan dari dia berfoto bersama pemenang 1 dan 3 diatas panggung.
Sudah jadi rahasia umum tuan rumah selalu dapat poin lebih sebagai apresiasi atas kerepotan mereka jadi tuan rumah. Tambahan lagi, diisinya cabang rebana dengan juri-juri yang kompeten dan profesional pada MAPSI tahun ini mungkin membuat sang pelatih terpaksa membuat sekolah yang jadi pesaing terberat terlihat lebih jelek supaya sekolah yang mewakili kecamatan tuan rumah bisa jadi juara mewakili Kabupaten Magelang ke MAPSI provinsi.Â
Selain itu siapa pun yang terlibat di tim rebana di ekstrakurikuler hadroh sekolah kami sudah tahu kalau sang pelatih melatih di 5-6 sekolah di kecamatan yang berbeda. Sekolah ternama di Magelang Kota bahkan juga dilatih olehnya. Sekolah-sekolah di Kabupaten Magelang yang dilatihnya bergantian jadi juara 1, 2, 3 di ajang MAPSI tingkat kabupaten. Maka mau tidak mau sang pelatih harus memilih sekolah mana yang harus didahulukan jadi pemenang sesuai kepentingan di tahun itu.
Kalau sudah begitu rasanya percuma anak-anak latihan susah-payah sebab kemenangan mereka didapat bukan hasil jerih payah, melainkan di mana keberpihakan pelatih berada.
Tidak ada yang salah dengan pelatih yang melatih di banyak tempat karena berarti kemampuannya diakui dan dibutuhkan. Akan tetapi bila tempat yang dilatihnya sama-sama sekolah langganan juara maka akan memunculkan konflik kepentingan dan keberpihakan bagi sang pelatih.
***
Para juri di cabang rebana MAPSI Kabupaten Magelang bekerja amat baik dengan adil dan profesional sesuai kapasitas ilmu dan keterampilan yang dimilikinya.Â
Sebelum mengumumkan pemenang, mereka memberitahu apa saja yang jadi faktor penilaian dan di bagian mana saja kelemahan mayoritas para peserta. Para juri juga memberi masukan bagi peserta juara 1 yang akan mewakili Kabupaten Magelang di MAPSI tingkat provinsi Jateng tentang apa saja yang harus diperbaiki dan ditingkatkan.
Melepaskan diri dari keberpihakan dan conflict of interest memang sulit, apalagi kalau berhadapan dengan nama baik dan reputasi. Namun idealnya menjadi sebuah kebanggaan bagi sang pelatih bila semua tim yang dilatihnya berhadapan dan membiarkan yang terbaik yang menang. Sebab itu berarti tim yang menang punya mental juara dari hasil latihan yang maksimal, bukan kemenangan karena tim lain sengaja dilemahkan.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI