Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Penulis - Ghostwriter

Juru ketik di emperbaca.com. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022. Peduli pendidikan dan parenting

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Pengguna Angkutan Umum di Daerah, Makin Tidak Dianggap

16 Juni 2023   16:09 Diperbarui: 17 Juni 2023   08:19 10802
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi angkutan umum (Antara Foto/Asprilla Dwi Adha)

Kalau warga di Jabodetabek masih banyak yang menggunakan angkutan umum karena ada TransJakarta, Transjabodetabek, MRT, LRT, dan KRL, di daerah hampir tidak ada lagi yang naik angkutan umum.

Penyebabnya kita sudah tahu, yakni kemudahan pembelian kendaraan pribadi dan kelayakan armada angkutan umum. Dua hal ini seperti lingkaran setan yang saling terkait tidak bisa lepas untuk saling menjerumuskan.

Lingkaran Setan Angkutan Umum dan Motor

Lima tahun lalu di Kabupaten dan Kota Magelang masih hilir-mudik angkot (angkutan kota-walau di desa, tapi namanya angkutan kota juga) dan bus mini satu pintu yang namanya engkel. Satu-dua tahun kemudian makin banyak pekerja toko, karyawan pabrik dan gudang yang beli motor untuk menghemat ongkos.

Naik angkot atau engkel sekali jalan habis Rp3.000-Rp5.000, kadang harus ganti angkutan dan keluar ongkos lagi untuk sampai tempat kerja. Kalau sedang buru-buru atau ingin cepat sampai, ojek jadi pilihan. Tetapi ongkos yang dikeluarkan jadi lebih mahal.

Maka banyak orang yang membeli motor untuk efisiensi waktu dan ongkos.

Banyaknya orang yang bepergian menggunakan motor pribadi membuat angkot dan engkel kehilangan penumpang. Penumpang yang hilang membuat pemilik angkot dan engkel tidak punya pemasukan untuk sekadar ganti oli apalagi onderdil. Makanya mereka cuma mengoperasikan 1-2 armada. Angkutan yang masih beroperasi ini pun jalannya lamaaa. Setahun baru sampai tujuan. 

Alhasil yang masih sudi naik angkutan umum bisa dihitung jari. Itu pun hanya penumpang yang tidak punya pilihan selain naik angkutan umum saking miskin tidak punya uang untuk naik ojek apalagi beli motor. 

Bus mini engkel yang dulu jadi angkutan utama masyarakat Magelang, kini menghilang | foto: blog awansan.com
Bus mini engkel yang dulu jadi angkutan utama masyarakat Magelang, kini menghilang | foto: blog awansan.com

Sampai empat tahun lalu sebelum pandemi, anak-anak sekolah masih naik angkot dan engkel yang jam operasionalnya terbatas cuma di jam berangkat dan pulang sekolah sampai pukul 16.00.

Sekarang anak-anak sekolah ini sudah diantar-jemput pakai motor pribadi karena naik angkutan umum (termasuk ojek) dianggap tidak aman (terpengaruh berita penculikan di kota dan hoaks yang menyebar antar grup WhatsApp). 

Pelajar SMA juga sudah dibelikan dan diizinkan membawa motor ke sekolah oleh orang tua dan guru walau usia mereka belum 16 tahun (usia minimal memiliki SIM C).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun