Orang tua yang anaknya belajar di TK ini yang biasanya malu kalau anaknya sudah mau lulus TK, tapi belum lancar caslistung. Untuk mengejar kemampuan calistungnya lantas si anak diikutkan les.Â
Salah satu yang membuat orang tua malu anak TK-nya belum mahir calistung karena terbawa pola pikir masyarakat yang masih menganggap anak yang pintar adalah anak yang sudah mahir calistung sejak usia dini.
Pada tahun 2007, ekonom Amerika Serikat peraih Hadiah Nobel James Joseph Heckman mengeluarkan hasil penelitian mengenai pembangunan sumber daya manusia di negara-negara berkembang. Salah satu subjek penelitiannya ialah PAUD yang mengajarkan calistung secara konvensional.
Heckman menemukan bahwa metode ini justru membuat anak jenuh dan stres hingga menimbulkan efek luntur. Saat baru masuk kelas I SD anak-anak ini tampak lebih pintar dari yang lain karena sudah bisa calistung. Namun dalam dua tahun kemampuan mereka luntur bahkan tertinggal dari siswa lain. Heckman beranggapan ini terjadi karena anak dipaksa belajar sehingga mereka jadi kehilangan minat dan menganggap belajar sebagai beban.
Makanya orang tua kini boleh berlega hati karena Merdeka Belajar Episode 24 ini membuat transisi dari PAUD ke SD tidak lagi "menegangkan" buat kita, terutama bagi anak.Â
Kalau ada yang tanya, "Besok sudah SD, sekarang sudah bisa calistung, belum?" kita bisa menjawab dengan, "Saya mau anak saya menikmati hari-harinya di TK tanpa harus bosan dengan pelajaran calistung. Kurikulumnya, kan, tidak mewajibkan lulusan TK sudah mahir calistung."
Mata Pelajaran Banyak Baca Banyak Menulis
Anak pertama saya yang sekarang belajar di kelas 5 SD dulu masuk SD dengan tes calistung. Itu karena saat dia masuk SD di tahun ajaran 2017/2018 Kabupaten Magelang belum memberlakukan PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) sistem zonasi. Selain itu yang mendaftar di SD tersebut sangat banyak sedangkan kuota yang tersedia cuma 56 kursi.
Untunglah hal serupa tidak terjadi pada anak kedua saya karena dia masuk SD yang sama di tahun ajaran 2021/2022 saat sistem zonasi sudah diberlakukan. Penentuan diterima atau tidaknya peserta didik tidak lagi berdasarkan tes calistung, melainkan dari usia dan jarak rumah ke sekolah.Â
Namun tetap saja, sebelum diberlakukan Kurikulum Merdeka anak-anak lulusan TK sangat diharapkan sudah lancar calistung karena di kelas 1 SD mereka sudah harus mencatat dan mengerjakan PR dengan menulis. Kalau si anak belum lancar membaca dan menulis, dia akan ketinggalan dari teman-temannya. Kalau ada anak yang ketinggalan memahami pelajaran maka target materi dan ketuntasan kurikulum di kelas berpotensi terhambat.
Jadi walau sedari dulu sudah ada PP Nomor 17 Tahun 2010Â tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan dan dikuatkan oleh Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021 yang melarang tes calistung, orang tua dan guru kelas 1 cenderung menginginkan anak sudah lancar calistung saat masuk SD.
Kalau guru kelas 1 karena ingin menuntaskan materi dan target kurikulum, maka orang tua ingin terhindar dari rasa malu. Jadinya seperti buah simalakama. Belum lancar calistung si anak jadi terbebani, lancar pun sama terbebaninya.