Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Pekerja sektor informal. Juru ketik di emperbaca.com. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Klitih Merajalela, Perkuat Fondasi Pola Asuh dan Pengawasan Keluarga Supaya Anak Tidak Berkonflik dengan Hukum

11 Maret 2023   14:31 Diperbarui: 11 Maret 2023   19:41 3000
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kekerasan pada remaja (gambar dari yogyakarta.kompas.com)

Sementara itu, klitih juga terjadi di Kota Bogor. Pada Jumat (10/3) siswa SMK yang sedang menyeberang jalan hendak-menunggu-angkutan-sepulang-sekolah, disabet pedang oleh tiga orang bermotor yang juga berseragam putih-abu-abu.

Menurut teman-temannya, korban anak baik dan tiap selesai sekolah selalu langsung pulang ke rumah. Kalau begini, apa keluarga pelaku bisa ngeyel mengatakan si remaja bawa pedang cuma buat jaga diri?! Itu lebih pas disebut kriminal atau dalam bahasa perlindungan anak diistilahkan dengan Anak yang Berkonflik dengan Hukum.

Menurut UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak, Anak yang Berkonflik dengan Hukum disematkan pada anak usia 12-tapi belum 18 tahun-yang diduga melakukan tindak pidana (tersangka).

Untuk selanjutnya, anak yang jadi korban pidana (bila masih hidup) dan anak yang jadi saksi pidana disebut sebagai Anak yang Berhadapan dengan Hukum. 

Seperti Agnes di kasus Dandy dan David. Agnes tadinya berstatus Anak yang Berhadapan dengan Hukum karena dia merupakan saksi. Kemudian karena ada keterlibatannya terhadap penganiayaan David, status Agnes "naik" jadi Anak yang Berkonflik dengan Hukum. David yang jadi korban, karena usianya masih 17 tahun, juga disebut sebagai Anak yang Berhadapan dengan Hukum karena dia jadi korban tindak pidana.

Pakar perilaku kriminal Stanton Samenow, Ph.D meyakini bahwa perilaku buruk anak bukan berasal dari pola asuh orang tua, melainkan karena sejak dini anak itu sudah punya pikiran kriminal.

Well, karena saya beragama Islam yang memuat hadis bahwa setiap anak dilahirkan suci tanpa dosa, maka saya tetap pada keyakinan bahwa asuhan, pengawasan, dan bimbingan orang tualah yang membentuk karakter dan jalan hidup anak. Tidak mungkin anak tiba-tiba punya pikiran kriminal dengan sendirinya kalau tidak dari tontonan, bacaan, atau pergaulan.

Mengawasi, membimbing, dan membatasi tontonan, bacaan, dan pergaulan anak juga termasuk tanggung jawab orang tua, bukan tetangga.

Maka sebelum terlambat. Sebelum anak berurusan dengan hukum, kita bisa mencegahnya dengan menerapkan pola asuh dengan pengawasan, bimbingan, dan perlindungan sesuai porsinya sedari mereka lahir. 

Mencegah selalu lebih baik daripada mengobati. Jangan sampai anak-anak kita jadi pelaku kejahatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun