Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Juru ketik di emperbaca.com. Penulis generalis. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Posisi Blogger dan Wartawan Bersama Influencer si Kasta Tertinggi

27 Januari 2023   15:15 Diperbarui: 27 Januari 2023   15:21 805
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi marketing influencer sedang membuat konten | Foto: Synthesio

Tumbuhnya blog di Indonesia dimulai pada 2005-2006 dan mengalami masa emasnya di tahun 2009-2012. Hosting ngeblog gratis yang paling banyak dipakai para blogger-diindonesiakan jadi bloger dan narablog- pada waktu itu adalah Blogger, Wordpress, Multiply, Weebly, dan Tumblr.

Saya sebut masa emas karena waktu itu seorang narablog bisa menghasilkan jutaan rupiah per bulan dari penempatan iklan dan kerja sama penulisan berbayar. Sekarang juga masih ada bloger yang dapat jutaan dari monetisasi blognya, tapi sudah sedikit sekali.

Pokoknya dulu kalau kita ngeblog itu rasanya keren banget. Ikut macam-macam komunitas narablog, tukaran link, dan bikin buku bareng. Sampai-sampai ada orang yang jadi full-time blogger karena ingin fokus menghasilkan banyak uang dari nulis dan ngurus blog miliknya.

Saking kerennya ngeblog, seorang narablog bisa mengirim kumpulan kisah harian yang dia tulis di blog ke penerbit mayor, dan laku! Seorang narablog sukses pada masanya dan kini jadi komika adalah Raditya Dika. 

Blogger Diantara Seleb Medsos dan Influencer

Tren ngeblog surut sejak munculnya media sosial dan platform berbagi video. Lama-lama tenggelam oleh kemunculan blog publik semacam Kompasiana, Terminal Mojok, atau IDN Times karena kita cuma tinggal nulis saja tanpa repot mengatur SEO dan sebagainya.

Karena sudah tenggelam, maka penghasilan narablog sekarang menurun drastis. Merek-merek ternama sudah mengalihkan belanja iklan mereka ke medsos. Pemasang iklan juga lebih suka membayar seleb medsos dan influencer daripada narablog untuk content placement atau endorsement.

Saya punya pendapat soal istilah seleb medsos dan influencer ini. Istilah influencer lebih cocok disematkan pada para profesional dan orang yang punya keterampilan seperti dokter, penulis, pengarang, pilot, seniman, atlet atau orang yang konsisten menerapkan gaya hidup tertentu.

Sedangkan gelar "seleb medsos" lebih pas ditujukan untuk orang yang lebih sering membuat konten menghibur, entah konten itu sensasional, aneh, receh, atau remeh. 

Narablog juga banyak yang menulis remeh-temeh retjeh, tapi sereceh dan sesensasional apa pun, tidak sampai membuat tenar. Paling mentok artikel mereka sering muncul di mesin pencari untuk kemudian dapat uang dari tayangan iklan di blog.

Narablog, Wartawan, dan Tipe Blog

Saya pernah tiga kali diundang mengikuti rangkaian acara dari Pemda dan swasta (salah satunya dari Narativ On-Loc Kompasiana) di mana narablog "bekerja bareng" wartawan dan influencer. Memang cuma tiga kali, tapi sudah cukup buat saya menyadari bahwa posisi blogger kini dinilai sejajar dengan wartawan.

Mungkin karena merasa bisa menulis dan meliput, mirip seperti wartawan, banyak blogger (juga content writer) yang kebablasan menganggap dirinya sebagai wartawan dan menganggap blognya sebagai media berita online.

Padahal, narablog yang paling laku diminta "meliput" dan dicari untuk product placement dan content placement justru bukan blog ber-niche seperti media berita online, tapi yang blognya punya topik khusus (niche).

Niche atau topik khusus ini artinya isi blog itu mayoritas hanya mengulas satu topik saja, misal topik otomotif, kesehatan, pendidikan, traveling, kuliner, keuangan, fashion, atau teknologi informasi.

Pembuat acara dan pemasang iklan enggan promosi atau mengundang narablog yang blognya berisi topik gado-gado karena lebih menguntungkan pasang iklan di media berita betulan daripada di blog ala berita.

Kemudian, hal yang membuat posisi narablog bisa dibilang sejajar dengan wartawan selain kemampuan menulis di blog adalah kemampuan menyebarkan informasi dan promosi dengan cepat melalui media sosial.

Soal mencari materi di lokasi, narablog juga lebih cekatan dan kreatif dari wartawan karena mereka tidak terikat aturan redaksi. Bila narablog boleh memfoto sana-sini dan langsung mengeposnya di medsos masing-masing, wartawan tidak bisa. Mereka harus mencari materi yang punya nilai berita tertinggi sesuai di bidang berita mana mereka ditugaskan, apakah di politik, bisnis, atau hiburan.

Jadi kalau si wartawan ada di bawah redaktur bisnis, mereka pasti mewawancarai direktur keuangan dan minta release yang berhubungan dengan bisnis, bukan mencari informasi tentang Lesti dan Rizky Billar, misalnya. 

Lagipula dalam sehari si wartawan kadang harus ke beberapa tempat untuk meliput, jadi mereka tidak bakal menghabiskan banyak waktu di satu tempat hanya untuk foto-foto dan mencari materi untuk konten medsos.

Influencer si Kasta Tertinggi

Ini dia si kasta tertinggi dalam  pekerjaan di jagat maya yang sama-sama dicari untuk menyebarkan informasi dan mempromosikan barang dan jasa.

Wartawan jelas dilarang menerima amplop saat meliput karena sudah digaji oleh perusahaan pers, jadi mereka hanya menerima goodie bag (itu pun sebenarnya tidak boleh, tapi beberapa media memberi toleransi wartawannya untuk menerima kenang-kenangan secara terbatas).

Sementara itu bila bayaran antar satu narablog dengan narablog lainnya relatif sama, bayaran influencer tergantung dari seberapa si influencer memberi dampak pada tiap postingannya di medsos. Sebab follower bejibun tidak menjamin suatu foto atau postingan di-like banyak orang dan menjangkau banyak akun non-follower. Hal begitu di medsos kita kenal dengan istilah engagement. 

Namun secara singkat dapat dikatakan kalau bayaran influencer selalu lebih tinggi dari blogger.

Sepengalaman saya bekerja bareng influencer, aura kepercayaan diri mereka sangat tinggi. Baru sekelas influencer Magelang dan Jateng saja saya serasa bertemu selebriti, gimana kalau ketemu yang sekelas Anya Geraldine. Auto minder, wqwq.

Tingginya kepercayaan diri influencer juga dibuktikan oleh Puthut Ea, penulis dan pengarang yang juga kepala suku mojokco. Mas Puthut awalnya masuk ke area masak sebuah kedai untuk mengambil foto guna mengulas rumah makan tersebut. Nampaknya si manajer kedai tidak berkenan lalu nanya ada keperluan apa foto-foto ke area dapur.

Akhirul kata, wajah manajer kedai pucat saat mengetahui  follower Instagram Mas Puthut ternyata lebih dari 50 ribu. Sebagian follower-nya kemudian memberikan rating satu bintang ke kedai itu setelah Mas Puthut mengutarakan keluhannya. Dengan pekerjaannya sebagai penulis, pengarang, dan pemimpin redaksi media online, Mas Puthut adalah influencer media sosial.

Padahal selama saya berinteraksi dengannya dahulu kala, Mas Puthut kurang mementingkan hal yang berbau medsos, mungkin sejak mendirikan mojokco segala yang berbau medsos nampaknya memang jadi kebutuhan.

Jadi apa yang diposting oleh influencer akan punya dampak, mempengaruhi, dan besar kemungkinannya jadi viral, tetapi apa yang ditulis oleh narablog dan wartawan belum tentu punya dampak, apalagi mempengaruhi dan jadi viral.

Termasuk dalam kategori influencer ini adalah YouTuber dan TikToker yang punya keterampilan atau profesional di bidangnya dengan minimal belasan ribu subscriber/follower.

Etika Ngeblog dan Ngonten

Sebelum kita nanya ini-itu untuk keperluan konten atau penulisan blog, baiknya minta izin dulu, "Saya mau foto dan nanya-nanya panjenengan untuk saya artikel di blog saya, saget mboten, Maszeh?"

Tidak ada kewajiban harus bilang, sih, tapi kalau kita ngerti etika, baiknya bilang alasan kenapa nanya-nanya dan foto sana foto sini.

Kalau mereka keberatan kita foto, ya, gak usah maksa dan ambil foto diam-diam. Mereka punya pertimbangan yang kita tidak tahu kenapa tempat, produk, warung, atau dirinya tidak mau disebarluaskan.

Kalau mengalami kejadian seperti Mas Puthut yang-sudah-minta-izin-foto-foto-di-area-dapur, tapi malah disamperin sama manajernya, bilang saja untuk keperluan konten (atau artikel di blog-sebutkan nama blognya). Kalau si manajer malah songong, ya sudah kita pergi saja dan bilang terima kasih.

Namun izin tidak diperlukan kalau kita berkunjung ke tempat yang memang terbuka, tidak mengganggu privasi, dan tidak mengganggu pekerjaan orang, seperti di tempat wisata, konser musik, atau lapangan bola.

Yang namanya etika bagi blogger, content writer, dan influencer memang tidak seperti wartawan yang sudah diatur berdasarkan undang-undang dan aturan profesi, tapi kita perlu menerapkannya pada diri sendiri.

Kenapa repot-repot menerapkan etika segala? Ngeblog, ya, ngeblog aja. Ngonten, ya, ngonten aja. Jawabannya: karena kita manusia yang diberi akal untuk melakukan segala sesuatunya dengan adab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun