Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Juru ketik di emperbaca.com. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022. Istri peternak dan ibu dua anak.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Other-Race Effect dan Penyebab Kesamaan Muka Orang Korea

5 Januari 2023   15:48 Diperbarui: 5 Januari 2023   20:11 1873
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi other-race effect dan kesulitan mengenali wajah orang dari ras lain | debuglies.com

Perseptual adalah sesuatu yang berkaitan dengan kemampuan untuk menafsirkan atau menyadari sesuatu melalui indera. Contoh dari "kepiawaian perseptual" bisa dilihat dari persepsi orang Barat dan orang Afrika.

Orang Barat punya variabilitas warna rambut yang beragam, karena itu mereka mungkin cenderung membedakan ras lain dari warna rambutnya. Sementara itu orang Afrika punya variabilitas warna kulit yang berlainan, sehingga amat mungkin secara naluriah mereka melihat warna kulit lebih dulu untuk membedakan ras lain.

Sebenarnya tidak usah jauh-jauh sampai ke Afrika, other-race effect sering menghinggapi kita yang tinggal di pulau Jawa. Kita sering menganggap orang Papua mukanya sama semua, ya, kan?

Walaupun Papua bagian dari Indonesia dan bersaudara setanah air dengan kita, orang Papua termasuk dalam ras Melanesia atau Melanesoid. 

Ras Melanesia juga merupakan nenek moyang orang Indonesia yang berras Malayan-Mongoloid. Karena beda ras maka tidak heran kalau ada diantara kita yang melihat muka-orang-Papua-kok-sama-semua ya.

Apakah orang yang mengalami other-race effect berarti rasis?

Profesor Lawrence White dari Beloit College mengatakan bahwa studi telah membuktikan bahwa sikap rasis justru tidak ada hubungannya dengan orang yang mengalami other-race effect. Sikap rasis berasal dari pemikiran, bukan hasil dari visual.

Sebuah studi yang melibatkan 40 partisipan mengungkap bahwa orang dari suatu ras lebih benar tiap kali mengidentifikasi tersangka dari ras mereka sendiri. 

Maksudnya, bila ada saksi kejahatan dan dia diminta mengindentifikasi tersangka lalu dia disodorkan beberapa tersangka yang berlainan ras, dia akan memilih tersangka dari rasnya sendiri. Ndilalah, tersangka dari rasnya sendiri itulah yang memang pelaku kejahatan.

Namun hal berbeda datang dari psikolog forensik Dr. Van Golde yang bekerja sama dengan para mahasiswa dalam Sydney Exoneration Project, seperti yang dimuat ABC Australia. Menurut Van Golde other-race effect justru berpotensi menciptakan masalah hukum.

Kalau kita punya masalah atau dapat tindak kriminal dari ras lain, kita bisa salah mengidentifikasi pelaku hanya karena orang yang kita tuduh itu berasal dari ras yang sama seperti si pelaku asli. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun