Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Pekerja sektor informal. Juru ketik di emperbaca.com. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Sekolah Negeri Kok Mbayar? Katanya Ada BOS, Gratis!

23 Agustus 2022   12:08 Diperbarui: 23 Agustus 2022   21:33 2456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sekolah (negeri) memang gratis, tidak memungut biaya apa pun ke orangtua dan wali. Malahan kalau orangtua si anak tidak mampu membelikan buku, sekolah akan meminjamkan buku Tema, bagi yang masih memakai Kurikulum 2013. Akan tetapi, sekolah gratis mustahil diberlakukan di sekolah yang selama puluhan tahun sudah berlabel unggulan.

Sekolah Unggulan

Pertama yang harus kita yakini dulu, sekolah gratis hanya bisa terjadi kalau tidak ada aktivitas selain belajar-mengajar. Jadi, semua siswanya setelah bubaran kelas, ya, langsung pulang karena sekolahnya tidak menyelenggarakan ekstrakurikuler atau latihan apa pun. Paling maksimal hanya Pramuka.

Sementara itu, suka atau tidak, label sekolah unggulan masih ada dan melekat walau sudah ada penerimaan peserta didik melalui sistem zonasi. Sistem zonasi tidak mewajibkan nilai rapor atau hasil tes masuk. Peserta didik yang berpeluang besar diterima di suatu sekolah adalah mereka yang usianya paling tua diantara teman seangkatannya dan rumahnya paling dekat ke sekolah.

Sekolah unggulan ditunjuk oleh dinas pendidikan setempat dengan cara menjadikan sekolah tersebut sebagai rujukan bagi beberapa sekolah di sekitarnya. Sekolah itu nanti juga akan jadi tujuan bila ada guru atau dinas pendidikan dari provinsi lain yang melakukan studi tiru.

Sekolah yang seperti itu biasanya dipilih karena aneka prestasi akademik dan non-akademik yang sudah rutin diraih sekolah tersebut selama bertahun-tahun.

Apalagi, sesuai amanat Kurikulum Merdeka, sekolah harus menyediakan wadah untuk siswanya berkegiatan. Jadi, semua SD sampai SMA/sederajat yang berlabel unggulan pasti punya kegiatan ekstrakurikuler.

Ekstrakurikuler

Sekolah seperti yang disebut di atas setiap tahunnya butuh dukungan orangtua supaya fasilitas, sarana-prasarana, dan kegiatan ekstrakurikuler tetap berjalan. Makin banyak fasilitas dan prestasi di sebuah sekolah, makin mustahil sekolah gratis diberlakukan. 

Misal, sekolah anak kami adalah satu-satunya SD di kecamatan Muntilan yang punya ekstrakurikuler hadroh. Selain hadroh ada karawitan dan drumband. Karena ketiganya merupakan ekstrakurikuler yang berbeda, maka instrumen musik yang dipakai pun tidak sama.

Instrumen musik untuk latihan hadroh tidak boleh meminjam milik drumband dan karawitan, pun sebaliknya. Itu dilakukan supaya masing-masing ekstrakurikuler bisa berjalan tanpa saling mengganggu, karena ketiganya mengikuti lomba yang berbeda.

Pun sekolah kini punya studio digital untuk keperluan editing, video pembelajaran, dan mengikuti lomba Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang diselenggarakan dinas pendidikan. Beberapa cabang yang dilombakan dalam TIK adalah esports dan vlog.

Itu sebab semua sekolah yang seperti itu butuh dana untuk alat-alat ekstrakurikuler, membayar honor pelatih, menyediakan makan siang bagi guru yang mendampingi kegiatan, dan kebutuhan perlombaan.

Namun, sekolah dilarang memungut sumbangan dalam bentuk apa pun. Maka, lewat komite sekolah dana itu digalang dari orang tua atau wali peserta didik. 

Komite sekolah pun tidak boleh melakukan pungutan, mereka hanya boleh menggalang. Artinya boleh mengumpulkan uang dari orang tua atau wali yang kaya, tapi tidak boleh meminta sumbangan secara formal.

Kan, ada dana BOS, kenapa tidak pakai dana BOS saja? Kenapa komite sekolah harus menggalang dana dari orang tua peserta didik?

Gerbang depan SDN Muntilan, salah satu sekolah yang punya 13 ekstrakurikuler di Kabupaten Magelang (Foto: Yana Haudy)
Gerbang depan SDN Muntilan, salah satu sekolah yang punya 13 ekstrakurikuler di Kabupaten Magelang (Foto: Yana Haudy)

Bantuan Operasional Sekolah

Bantuan Operasional Sekolah (BOS) diberikan oleh Kemdikbudristek setahun sekali. Besaran BOS yang digulirkan ke tiap sekolah berbeda, tergantung kebutuhan dan jumlah peserta didik.

Seringkali dana BOS itu pun terlambat cair, menyebabkan operasional sekolah terganggu.

Yang dibiayai oleh BOS adalah yang berhubungan dengan kegiatan belajar-mengajar, termasuk penyediaan buku, pembelian meja dan kursi, renovasi, membayar honor karyawan tata usaha, dan membayar guru honorer. Pelatih ekstrakurikuler tidak termasuk yang dibiayai BOS.

Guru honorer yang belum punya NUPTK juga belum bisa dibayar dari BOS karena ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi. Salah satu syaratnya adalah lama mengajar di suatu sekolah.

Sekarang ini makin banyak komite di sekolah unggulan yang menggalang dana dari orangtua peserta didik untuk membeli laptop, whiteboard, over-head projector, komputer, meja-kursi, atau renovasi toilet supaya tidak perlu mengembalikannya ke negara ketika rusak.

Barang-barang rusak yang sudah tidak bisa dipakai, yang dibeli menggunakan dana BOS, harus dikembalikan kepada negara. Seringkali makan waktu lama bagi negara untuk mengambil barang-barang itu. Jadinya sekolah harus menampung dan akhirnya malah menuh-menuhin ruangan.

Contohnya, bila sekolah merenovasi atap kelas yang bocor, maka genting-genting lama yang dibeli dari dana BOS, walau sudah somplak dan pecah, harus dikembalikan ke negara. Pun kursi yang patah atau laptop yang mati total harus dikembalikan.

Lain halnya kalau barang itu dibeli dari uang orangtua. Sekolah boleh menjual rongsokan dari barang yang sudah rusak dan uangnya masuk kas sekolah. Tidak menuh-menuhin ruangan dan jadi sarang nyamuk. Uangnya juga bisa digunakan untuk keperluan sekolah lagi.

Kadang-kadang ada sekolah yang memberi properti yang sudah rusak ke petugas kebersihan atau penjual kantin untuk dimanfaatkan. Entah dijual ke tukang loak atau dipreteli suku cadangnya. Hal yang begitu lebih bermanfaat daripada teronggok berbulan-bulan hanya untuk menunggu diambil negara.

Sumbangan yang digalang komite dari orang tua/wali hanya setahun sekali. Jumlahnya jauh lebih murah dibanding sekolah swasta.

Kebutuhan Digital Menyesuaikan Tantangan Zaman

Selain studio digital dan kelengkapannya, Anda pasti tidak percaya kalau sekolah (negeri) juga butuh drone untuk mengambil foto dan gambar dari udara.

Pun sudah banyak yang menerapkan sekolah bilingual. Artinya, kegiatan belajar-mengajar sudah menggunakan dua bahasa, Indonesia dan Inggris.

Kenapa sok gaya pakai drone dan sekolah bilingual?

Karena sekolah-sekolah negeri sudah harus bersaing dengan swasta supaya kelak lulusan mereka bukan cuma jago kandang.

Lagipula sekarang eranya digital, pendidikan juga harus mengikuti sesuai zamannya.

Semua itu tidak cukup hanya dibiayai dari BOS. Kemdikbud harus membagi dana BOS ke jutaan sekolah se-Indonesia, maka alokasinya ke tiap sekolah hanya sekadar cukup untuk kebutuhan dan aktivitas belajar-mengajar saja.

Pendidikan dan Investasi Anak

Anak yang belajar di sekolah unggulan punya kesempatan lebih besar untuk mengembangkan potensi non-akademiknya karena fasilitas dan kegiatan yang lebih lengkap daripada sekolah non-unggulan.

Selain itu dia juga ikut termotivasi untuk giat belajar karena umumnya peserta didik di sekolah unggulan menguasai materi pembelajaran lebih cepat dan lebih banyak. Secara tidak langsung dapat melatih anak untuk berkompetisi secara sehat dengan temannya yang punya kecerdasan akademik.

Hal yang demikian termasuk investasi nonmateri untuk anak juga, bukan?

Jadi, kalau Anda secara sadar menyekolahkan anak ke sekolah berlabel unggulan, maka konsekuensinya Anda harus rela menyumbang melalui komite sekolah supaya fasilitas dan sarana-prasarananya terpelihara, kegiatan non-akademiknya pun berjalan tanpa kendala.

Namun, kalau Anda keberatan memberi sumbangan karena merasa pendidikan adalah hak setiap warga negara yang harus diberikan secara gratis, maka sekolahkanlah anak ke sekolah biasa yang ada di tiap kelurahan. Kebetulan, sekolah negeri seperti itu sering susah mendapat peserta didik, jadi Anda turut membantu keberlangsungan sekolah tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun