Karena ramai protes, akhirnya buku pendamping ditiadakan. Di kelas yang mayoritas orangtuanya setuju pun buku pendamping dipangkas jadi hanya untuk dua mata pelajaran saja, dari empat yang direncanakan.
Pada Kurikulum Merdeka, sekolah wajib memperkenalkan dan memfasilitasi peserta didik yang ingin belajar materi tertentu. Misal, si anak kurang tertarik pada seni, tapi ingin lebih banyak belajar matematika. Maka sekolah harus memfasilitas keinginan anak itu dengan memberinya materi dan pengajaran matematika. Oleh Kemdikbudristek yang demikian dinamakan merdeka belajar.
Merdeka Belajar
Di perguruan tinggi, mahasiswa diberi kesempatan selama satu semester untuk tidak menghadiri perkuliahan guna belajar di luar kampus. Mahasiswa pendidikan misalnya, harus difasilitasi bila ingin belajar langsung ke suatu sekolah untuk mempelajari peserta didik dan cara mengajar para guru.
Bahkan bila si mahasiswa ingin kuliah online sembari kuliah di luar kampus terus-terusan, kampus harus memfasilitasinya.
Bukan cuma sekolah dan kampus yang memfasilitasi, orangtua juga harus memfasilitasi kalau anak ingin belajar sesuatu yang tidak ada di sekolah. Kalau cuma mengandalkan sekolah, pendidikan anak tidak akan optimal bahkan bisa pincang.Â
Kalau memfasilitasi pembelian buku pendamping saja berat, bagaimana mau memberi pendidikan untuk anak? Ya, kan, anak sudah diajari salim, diikutkan ke pengajian masjid, dan disuruh supaya jangan nakal. Itu, kan, termasuk pendidikan karakter juga, jawab mereka.
Arisan
Saya sering menemukan ibu-ibu yang amat bersemangat kalau ada acara makan siang bareng dan selalu berlomba bayar arisan lebih dulu sebelum ditagih. Mereka bahkan amat giat merencanakan kegiatan piknik ke sana ke mari menggunakan uang kas paguyuban kelas.
Namun, ibu-ibu yang sama juga yang paling vokal kalau wali kelas minta sedikit dana kas paguyuban untuk pembelian Modul seharga Rp10.000 per buku. Ibu-ibu yang sama juga yang paling galak kalau diminta urunan untuk komite sekolah dan segala bentuk pembelian buku belajar.Â
Iuran komite sekolah yang duitnya akan dipakai untuk membeli fasilitas TIK (teknologi informasi dan komunikasi), membayar pelatih ekskul, atau merenovasi toilet sekolah, bakal dipertanyakan habis-habisan. Akhirnya, ibu-ibu itu hanya bayar separuh dari iuran yang disepakati.Â
Padahal dirinya juga yang bakal bangga kalau misal si anak ikut lomba yang latihannya menggunakan fasilitas sekolah, lalu jadi pemenang.Â