Itu karena sejak lahir otak mereka sudah terbiasa memproses segala sesuatu yang berbentuk visual (gambar disertai suara). Otak akan memproses bentuk visual lebih cepat dan mudah daripada bentuk tulisan. Saat seseorang membaca tulisan, otak akan memproses informasi lebih kompleks dari bentuk visual.
Pemprosesan yang "rumit" itu lantas akan mengaktifkan kerja sel-sel otak jadi berlipat-lipat. Sel-sel yang aktif membantu otak merekam kosakata yang terjadi saat seseorang membaca yang kemudian meningkatkan kemampuan verbal seseorang.Â
Maka orang yang senang membaca cenderung punya komunikasi verbal yang lebih baik daripada yang tidak. Yang dimaksud komunikasi verbal disini adalah komunikasi efektif antarmanusia, bukan sekedar bicara ala tong kosong.
Gen Alpha yang punya orang tua Milenial lebih beruntung karena lebih cerewet dan generasi sebelumnya yang pendiam. Generasi sebelum Milenial, yaitu Gen X dan Baby Boomer tidak terbiasa mengungkapkan isi hati dan pikiran secara langsung dan frontal. Ini terjadi karena kondisi zaman yang belum banyak teknologi dan sumber informasi sehingga mereka menerima yang harus mereka terima tanpa banyak omong.
4. Mudah ngambek dan marah-marah. Ini yang akan terjadi bila Gen Alpha jarang diajak ngobrol.Â
Alih-alih bicara, mereka malah marah-marah atau ngambek karena tidak biasa dan tidak tahu bagaimana cara berkomunikasi dengan teman, orang tua, dan kerabatnya saat ada sesuatu yang tidak membahagiakan hatinya.
Angkatan Sastra
Di sela mengisi kelas menulis untuk Gen Alpha ini, saya iseng bertanya, "Kalau sudah besar mau jadi apa?" Enam dari 15 Gen Alpha menjawab ingin jadi YouTuber, TikToker terkenal, dan selebgram (selebriti Instagram). Jawaban amat wajar dari generasi yang lahir di era medsos.
Melihat dunia mereka yang internet banget dan menyukai tampilan visual daripada tulisan, maka timbul pertanyaan, akankah lahir angkatan sastra dari Generasi Alpha?
Mari sedikit mengulang untuk menyegarkan ingatan tentang angkatan sastra yang kita punya dari generasi ke generasi.
1. Angkatan Balai Pustaka. Disebut angkatan Balai Pustaka karena mayoritas novel yang beredar pada tahun 1920-an diterbitkan oleh penerbit Balai Pustaka.
Novel pertama yang terbit adalah Azab dan Sengsara karya Merari Siregar tahun 1921. Sastrawan angkatan ini setelah Merari Siregar ada Marah Roesli, M. Yamin, Abdul Muis, Djamaluddin Adinegoro, dan Aman Datuk Madjoindo.