Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Pekerja sektor informal. Juru ketik di emperbaca.com. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Darah Daging Bilingual Anak Jaksel

13 Januari 2022   18:02 Diperbarui: 15 Agustus 2022   07:14 1631
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Sekolah internasional

Di Jaksel ada sekolah internasional pertama di Indonesia yang berdiri tahun 1951 bernama Jakarta Intercultural School (awalnya bernama Joint Embassy School). 

Sekolah itu didirikan oleh orang-orang berbagai bangsa yang bekerja sebagai perwakilan PBB di Indonesia.

Maka itu, wajar kalau anak-anak yang sekolah disitu semuanya bule. Pada 1978 sekolah itu ganti nama jadi Jakarta International School (JIS).

Setelah reformasi, banyak anak-anak orang Indonesia tulen yang sekolah disitu dari jenjang TK sampai SMA. Cinta Laura, blasteran Jerman-Indonesia, adalah salah satu alumninya

Bahasa pengantar di sekolah itu sudah pasti bahasa Inggris. 

Walau anak-anak ekspatriat dan blasteran sedikitnya bisa bicara Indonesia, tapi anak-anak asli Indonesia ini yang kemudian lebih sering bicara bahasa Indonesia, terutama kalau mereka sedang nongki di Pondok Indah Mall.

Bergaulnya anak-anak Indonesia dengan anak bule yang berada dalam satu sekolah secara tidak langsung membuat anak-anak ini jadi bilingual (bicara dua bahasa).

Anak Kebayoran dan Anak Menteng

Menilik lebih jauh lagi ke era sebelumnya, anak-anak Jaksel yang tinggal di Kebayoran Baru pada era 1970-1980 dikenal sama elitnya dengan anak Menteng di Jakpus (Jakarta Pusat).

Kawasan Kebayoran Baru dan Menteng dikenal sebagai kawasan elit pada waktu itu karena di dua tempat itulah para perwira TNI/Polri, pejabat kedutaan, ekspatriat, pejabat negara, dan pengusaha bermukim.

Saya sendiri pernah bertetangga dengan orang Korea, Jepang, dan India yang rumahnya bersebelahan dengan rumah saya. Anak-anak mereka kebetulan seusia dengan saya yang waktu itu masih kecil.

Kami main seperti layaknya anak-anak kampung, tapi dengan bahasa campur-campur Inggris-Indonesia kadang mereka bicara dengan bahasa ibu mereka. 

Selain itu anak-anak perwira dan pegawai Pertamina (waktu itu karyawan Pertamina dikenal kaya-kaya, you never know if they had billions in their saving account) sering ke luar negeri. Entah untuk plesiran atau kuliah di sana.

Mobilitas anak Kebayoran Baru dan anak Menteng ke luar negeri sedikitnya punya dampak bercampurnya bahasa pergaulan mereka menggunakan Indonesia-Inggris.

Anak Kebayoran Baru lebih sering menggunakan bahasa campur-campur dibanding anak Menteng karena di Jaksel banyak macam-macam tempat gaul dibanding Menteng. 

Pun mereka banyak bergaul dengan anak-anak dari kecamatan sekitar Kebayoran Baru yang padat penduduk, seperti Mampang, Bangka, dan Gandaria.

Menteng lebih eksklusif karena di Jakpus cuma ada rumah-rumah pejabat, termasuk rumah keluarga mantan presiden Soeharto. Tidak ada tempat seperti Melawai, Blok M, Sarinah, dan Mahakam (semua tempat itu ada di Kebayoran Baru).

Jadi, gaulnya anak Menteng yang terletak di Jakpus tidak seasyik anak Jaksel. Itulah sebab anak Jaksel lebih berani menggunakan bahasa campur-campur.

Pembagian kawasan

Dahulu wilayah-wilayah di DKI Jakarta dibagi untuk pusat bisnis, pusat pemukiman, pusat pemerintahan, dan pusat jasa.

Jaksel adalah kawasan pemukiman. Jakpus kawasan pemerintahan, sedangkan Jakbar dikhususkan untuk pusat perdagangan. Jakut juga diperuntukkan sebagai pusat bisnis, tapi kemudian dikembangkan jadi perumahan elit dengan menguruk Laut Jakarta.

Semua kawasan itu jadi semrawut sejak Soetiyoso jadi gubernur. Jaksel yang tadinya diperuntukkan sebagai kawasan khusus pemukiman, sudah beralih jadi kafe, resto, salon, dan apartemen.

Jaksel sudah tidak lagi jadi kawasan khusus pemukiman, melainkan sama seperti kawasan Jakarta seluruhnya, pusat pemerintahan, bisnis, jasa, dan perdagangan.

***

Bila sekarang anak Jaksel terkenal karena bahasanya yang dianggap kacau campur aduk Indonesia-Inggris, harap maklum, it is in their blood, you know.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun