Mandra adalah pelawak favorit saya sejak belum sekolah. Sebelum dia gabung di sinetron Si Doel Anak Sekolahan, saya senang melihat Mandra di TVRI karena menurut saya wajah dan cara bicaranya lucu.
Tanpa Mandra, trilogi film Si Doel the Movie hanya penuh kekakuan, kesedihan, dan keplin-planan Doel dalam memilih tetap bersama Zaenab atau kembali pada Sarah.
Celetukan-celetukan Mandra, baik yang serius atau bercanda, pas ditaruh di setiap adegan dan tidak berlebihan.
Ahh, itu kan karena skenario. Kaku, sedih, lucu semua tergantung skenario. Aktor tinggal menghapal dan ikut arahan sutradara.
Saya pernah ikut teater dan karena tidak berbakat seni peran, akting saya saat pentas sangat buruk dibanding teman-teman yang memang berbakat. Kami mempelajari materi yang sama dengan durasi latihan yang sama, tapi hasilnya tidak sama karena faktor bakat.
Meskipun bisa dilatih berdasarkan pepatah alah bisa karena biasa atau practice make perfect, melawak perlu bakat untuk membuat si pelawak bertahan menghadapi perubahan zaman.
Para pelawak Betawi yang saya sebut diawal tulisan punya bakat lucu alami selain lucu dari hasil manggung mereka di lenong.
Secara tidak langsung, para komika (pelawak tunggal) yang saat ini sedang populer, banyak terpengaruh pelawak Betawi ini.
Mereka bicara elu-gue elu-gue sebagai ganti aku-kamu-saya. Lupa bahwa penonton mereka bukan cuma dari Jabodetabek. Pelawak Betawi memakai elu-gue-ane-ente-aye karena itu adalah kata-kata keseharian mereka.
Lebih lagi, lenong preman tempat mereka berasal memang menggunakan bahasa percakapan seperti itu.
Di belakang daftar pelawak Betawi berbakat lainnya ada Adul dan Komeng yang walau bukan pemain lenong, mereka punya darah Betawi.