Bajaj (baca: bajay, dari ejaan Van Ophuijsen) adalah kendaraan roda tiga khas Jakarta, yang asalnya dari India ini, yang bisa ngeles dalam kondisi lalu lintas sesulit apapun.Â
Kata "ngeles" belum ada di KBBI, tapi belakangan ini ngeles disebut sebagai pelesetan untuk kata "alasan". Kata yang punya arti mirip dengan "ngeles" adalah elak atau mengelak, yang artinya melepaskan atau menghindarkan diri.
Secara bebas, ngeles dapat berarti seseorang yang menghindar atas suatu hal yang ditimpakan padanya.
Munculnya istilah "ngeles kayak bajaj" disematkan pada orang yang suka mengelak, karena secara harfiah bajaj memang terampil ngeles di jalanan.Â
Bajaj bisa jalan zig-zag untuk menghindari macet, belok mendadak tanpa ancang-ancang, nyempil diantara dua kendaraan, dan bisa putar balik di jalan yang hanya selebar dua meter.
Dahulu saya pernah naik bajaj dari Mayestik ke Blok M saat lalu lintas sedang macet. Bajaj yang saya tumpangi naik ke trotoar sempit dan nyempil di samping Metromini. Dua detik kemudian si bajaj nyempil lagi di trotoar sebelum akhirnya sampai di lampu merah dan lolos dari kemacetan.
Saat itu saya deg-degan, kuatir bajajnya nyungsep karena body-nya sampai miring-miring waktu maksa naik ke trotoar.Â
Kapok? Tidak dong, pada akhir 1980-an sejak becak dihapus oleh Gubernur DKI Wiyogo Atmodarminto, bajaj merupakan transportasi andalan yang bisa masuk sampai ke depan rumah dan gang-gang sempit.
Semasa SD, saya dan adik berangkat sekolah nebeng mobil ibu saya yang akan berangkat kerja. Pulangnya kami dijemput bajaj langganan yang warnanya merah.
Dulu warna bajaj memang merah sebelum berubah jadi ke-oranye-oranye-an. Itulah yang mendasari singkatan BMW untuk kepanjangan dari Bajaj Merah Warnanya. BMW bajaj adalah candaan yang menggambarkan bahwa orang kaya naik mobil BMW sementara orang kere naik bajaj.
Sekarang semua bajaj warnanya biru dan menggunakan bahan bakar gas (BBG).