Menu yang susah dimasak sendiri karena belum biasa memasaknya atau bahan bakunya tidak ada, lebih enak dipesan, misalnya makanan Korea, masakan India, atau masakan Minang. Tinggal pilih resto yang punya menu pilihan, langsung deh santap.
Karena itu meski ngedumel karena biaya tambahan yang harus dibayar, konsumen tetap membeli makanan lewat aplikasi.
Ketika permintaan/peminat meningkat, wajar bila penyedia aplikasi mengutip biaya tambahan karena mereka harus merekrut tenaga kerja baru, menyiapkan inovasi dan layanan baru untuk konsumennya.
Tanpa biaya akan sulit bagi mereka dapat duit untuk memodali riset dan teknologi baru. Kalau tidak ada fitur, inovasi, dan teknologi baru, konsumen bakal bosan lalu lari ke aplikasi lain.
Hanya saja, yang pesan makanan online itu bukan orang kaya apalagi sultan, tapi kelas menengah. Jadi, meski mereka mampu beli walau ada biaya tambahan, ngedumelnya tetap saja kencang, di medsos.
Orang kaya, menurut Menkeu Sri Mulyani, adalah mereka yang berpenghasilan minimal Rp5 miliar/tahun atau Rp400 jutaan/bulan. Mereka tidak pesan makanan online, tapi langsung menyewa chef untuk memasak di dapur mereka.
Orang ekonomi nanggunglah yang banyak memesan GoFood, GrabFood, atau ShopeeFood. Saya pun kadang memesan GoFood untuk makan siang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H