Kalau kita baca dan perhatikan, di platform blog keroyokan selain Kompasiana, jarang narablog (blogger) yang membuat artikel panjang, serius, dan berdata lengkap.
Semua itu karena mengikuti selera warganet yang berselancar di internet untuk mencari informasi yang mereka inginkan sesuai minat dan kebutuhan mereka saat itu.
Seorang warganet yang tidak suka membaca berita dan artikel panjang dengan bahasan "berat" bukan karena minat bacanya jongkok, tapi karena dia tidak sedang mencari bacaan yang seperti itu.
Kebiasaan warganet yang hanya suka baca judul juga sebenarnya tidak ada kaitan dengan rendahnya minat baca versi survei Most Littered Nation In the World 2016Â dari CCSU yang datanya banyak digunakan media massa Indonesia.
Pun menurut Kajian Indeks Kegemaran Membaca yang dilakukan Perpustakaan Nasional pada 2020, yang ternyata minat baca Indonesia masuk dalam poin 55,74 atau sedang.
Sementara itu, kabar baik datang dari The Digital Reader yang menempatkan Indonesia pada posisi 16 sebagai negara dengan minat baca buku tertinggi pada 2020.
Kriteria utama yang dipakai oleh Perpusnas, CCSU, dan The Digital Reader dalam melakukan survei adalah buku dan perpustakaan.
Maka saya katakan bahwa keengganan utama warganet membaca berita secara utuh bukan karena minat baca kita rendah.Â
1. Iklan
Bagi warganet yang adblocker di perambannya (browser) alakadar atau tidak menggunakan adblocker sama sekali, tampilan iklan yang muncul di media online membuat berita susah dibaca. Kadang iklan dibuat menyatu dengan berita yang membuat orang awam keliru mengira itu bagian dari berita.
Ketidaknyamanan membaca karena iklan yang ditaruh serampangan (juga video) membuat warganet hanya mau membaca seluruh isi berita jika judulnya benar-benar menarik perhatian mereka. Â
2. Kecepatan Internet
Makin lemot sinyal data atau internet seseorang, makin lama waktu yang dibutuhkan untuk membuka internet. Jika satu berita disisipi video, maka makin besar data yang dihabiskan dan makin membuat lambat internet di ponsel atau komputer.
Walau menurut Speedtest kecepatan Internet di Indonesia pada 2020 makin ngebut dibanding tahun-tahun sebelumnya, tapi kecepatan itu belum merata di seluruh Nusantara. Internet yang lemot membuat orang malas membaca utuh seluruh isi berita karena menunggu halaman terbuka saja butuh waktu.
Kesabaran untuk membuka satu berita makin besar kalau seseorang memakai ponsel jadul. Selain beritanya tidak kebuka-buka, ponsel bakal cepat panas karena baterainya bekerja lebih keras untuk konsumsi RAM dan mencari sinyal data.
3. Paginasi
Narablog dan pengelola media berita online sering membagi konten yang ada di situs web menjadi beberapa halaman terpisah (pagination/paginasi).
Paginasi digunakan untuk mengatur website agar teratur (terutama jika banyak diagram, grafik, atau foto) supaya tidak berantakan dan mudah mengatur navigasinya.
Akan tetapi, bagi pembaca, pembagian halaman membuat kenyamanan baca jadi berkurang karena tidak praktis, terutama bagi yang internetnya lambat.
Minat Baca, Kategori Buku, dan Birokrasi
Beberapa taman bacaan menolak donasi buku yang ingin saya berikan karena yang dibutuhkan oleh mereka adalah bacaan anak-anak. Sementara koleksi buku saya adalah novel, biografi, buku komunikasi, psikologi, dan agama.
Mereka katakan buku akan tergeletak mubazir di taman bacaan karena tidak sesuai untuk anak-anak dan remaja yang jadi target literasi mereka.
Taman bacaan yang dikelola perorangan dan organisasi nampak lebih disukai masyarakat karena santai dan bebas birokrasi yang kaku sebagaimana perpustakaan daerah.
Coba lihat bangunan perpustakaan yang dikelola Pemda. Ada gedung perpustakaan daerah yang saking bagusnya sampai membuat masyarakat "takut" mendekat. Bangunan yang seperti itu malahan tidak membuatnya kelihatan seperti perpustakaan dimana di dalamnya ada buku yang boleh dipinjam masyarakat umum.
Pun minim petunjuk di sebelah mana tempat mendaftar, di mana tempat membaca, dan bagaimana kalau ingin memanfaatkan fasilitas komputer dan internet yang tersedia.
Karena itu, Perpusnas yang punya program peminjaman buku secara online ternyata diminati masyarakat. Satu buku elektronik bahkan bisa mempunyai jumlah antrean peminjam sampai 500 orang. Karena apa? Praktis.
Pengumuman di Pelayanan Publik
Karyawan di bank, puskesmas, dan kantor pelayanan publik lainnya sering dibuat geregetan oleh masyarakat yang terus bertanya tentang suatu kebijakan padahal sudah di tempal di pintu masuk.
Makanya dibaca pengumumannya biar ga nanya-nanya terus.
Ada alasan masyarakat sering tidak baca pengumuman meski terpampang di depan hidung mereka.
Bagi masyarakat kelas bawah, pengumuman dapat berarti hal yang tidak mengenakkan. Entah harus bayar biaya tambahan, penjadwalan ulang, ada kebijakan baru, atau peraturan baru yang mereka rasakan tak berpihak pada mereka.Â
Jadi bukan karena mereka malas baca, tapi sudah terpatri di benak bahwa apapun yang bernama peraturan dan birokrasi lebih banyak menyulitkan mereka yang tidak punya uang.
Percayalah, keinginan membaca buku masyarakat kita sangat tinggi, terutama pelajar dan mahasiswa di daerah, tapi banyak kendala (harga buku, isi kantong, birokrasi perpustakaan yang kaku, dll) yang membuat minat baca mereka terkekang dan akhirnya musnah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H