Membeli buku di dalam jaringan (daring/online) sudah pasti ada plus-minusnya. Minusnya, kita ada hasrat membeli buku, tapi belum tahu judul dan kategori buku apa yang hendak dibeli. Kalau di toko fisik, ketika sedang keliling melihat-lihat judul, kadang-kadang kita menemukan "buku aneh" yang isinya "menakjubkan" diantara ribuan buku yang dipajang.
Sisi plusnya, beli buku secara online lebih murah bahkan setelah ditambah ongkos kirim (kalau ke luar pulau mungkin tetap mahal, ya).
Pemilik toko buku online langganan saya dahulu di kutukutubuku.com (sekarang sudah menjadi toko fisik dan hanya jualan di Facebook) pernah mengutarakan bahwa buku-buku mereka dipasok langsung dari penerbit.Â
Awalnya mereka kesulitan mendapat kepercayaan (terutama dari penerbit besar) karena sebelum tahun 2006, siapa orang yang mau beli buku lewat internet?!
Seiring makin larisnya kutukutubuku.com, semua penerbit malah berbondong-bondong menaruh buku mereka dengan potongan harga yang makin lama makin miring.
Faktor lain tentu karena tiada biaya yang dikeluarkan sebagaimana toko buku fisik, menjadikan toko online bisa menjual bukunya lebih murah sampai 30%.
Ada anggapan bahwa koleksi buku di toko daring tidak lengkap. Hal itu terjadi karena memfoto dan memberi keterangan berupa nama pengarang/penulis, penerbit, berat buku, jumlah halaman, dan sinopsis perlu waktu lebih lama dan melelahkan daripada memajangnya di rak buku fisik.
Maka sering kita temukan penjual yang menaruh deskripsi alakadar pada buku yang dijualnya.
Ada juga toko yang menyilakan (calon) pembeli menanyakan ketersediaan buku yang tidak ada di etalase karena sebenarnya mereka punya ratusan judul buku, tapi belum sempat diunggah ke lokapasar (marketplace).
Walau membeli di toko online atau lokapasar lebih murah, waspadai harga yang kelewat murah karena berarti buku itu bajakan.
Umumnya, sepengalaman saya, penjual buku terbitan asli penerbit lebih ramah dibanding penjual buku bajakan. Penjual bajakan cenderung pelit menjawab jika ditanya, baik mengenai detail buku atau stok.
Buku bajakan memang menggoda untuk dibeli karena harganya super murah. Banyak yang mencari buku bajakan karena berpikir buat apa beli mahal-mahal, buku, kan, cuma dibaca sekali, selesai. Karena itu buku kuliah versi bajakan juga banyak dicari oleh mahasiswa.
Para penyuka buku biasanya anti terhadap buku bajakan karena mereka tahu banyak kerugian jika membelinya, beberapa diantaranya:
1. Merampok hak pengarang dan penulis yang telah memeras otak untuk menghasilkan karya tulis. Buku bajakan adalah buku yang dicetak ulang bukan dari penerbit asli. Semua keuntungan jatuh ke tangan pencetak buku bajakan, tidak dibagikan ke penulis, penyunting, ilustrator, layouter, percetakan, penerbit, dan toko buku seperti halnya buku asli.
Membeli buku bajakan dapat menghambat mata pencaharian banyak orang yang bekerja di industri buku, utamanya penulis dan pengarang.
2. Tidak nyaman dibaca karena buku bajakan umumnya dicetak dengan ukuran huruf yang lebih kecil dari aslinya.Â
3. Kertas mudah lepas karena penjilidan asal-asalan. Baru saja kita buka beberapa halaman, lem jilidan langsung lepas.
4. Mubazir. Buku bajakan tidak boleh disumbangkan dan didonasikan karena bajak-membajak karya orang lain (termasuk membelinya) adalah perbuatan yang melanggar UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.Â
Bila membeli buku asli kita bisa mendonasikannya ke perpustakaan, individu, atau dijual lagi.
Saya pernah menjual koleksi buku-buku saya di Tokopedia dengan harga sangat murah (biar cepat laku). Saya sudah tawarkan kemana-mana, tapi tidak ada yang mau menerima hibah buku, sementara rumah sudah tidak mungkin ketambahan rak buku lagi.
Soal hibah buku ini dibolehkan sesuai dengan Pasal 66 UU No. 3 Tahun 2017 Tentang Sistem Perbukuan yang dikuatkan dalam Bab IV PP No. 75 Tahun 2019 Tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 3/2017.
Menjual buku bekas juga tidak melanggar hukum karena tidak termasuk penggandaan dan mencetak ulang tanpa izin. Buku bekas sudah lebih dulu diperjualbelikan melalui jalur legal.
Sebagai contoh, para pedagang buku bekas di Pasar Kenari (pindahan dari Kwitang dan Senen, Jakpus) tidak dibredel. Pun para pelapak buku bekas di Blok M Square, Jaksel, diizinkan bsrjualan aneka buku bekas.
Mayoritas orang Indonesia memang belum suka baca buku. Salah satu faktor karena harganya dianggap mahal.Â
Harga buku yang murah memang diburu, tapi kalau terlalu murah sudah pasti mencurigakan. Buku preloved atawa second alias buku bekas yang asli (ori) boleh jadi pilihan buat kita yang ingin baca buku, tapi kantong masih kurang tebal jika membeli yang asli.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H