Situs arkeologi candi Buddha terbesar di dunia, yaitu Candi Borobudur, kerap disebut berada di Yogyakarta.
Jika kita menuju ke candi tersebut dari Yogyakarta, kita pasti akan melewati gapura besar bertuliskan "Selamat Datang di Jawa Tengah". Itu berarti Candi Borobudur ada di Jawa Tengah.Â
Yogyakarta dan Jawa Tengah adalah dua provinsi yang berbeda.
Maka agak janggal bila orang yang sudah pernah ke Candi Borobudur mengatakan letak candi itu ada di Yogyakarta, kecuali sepanjang perjalanan dia tidur lelap, nonton Tiktok, atau indehoi.
Sebelum masuk ke komplek candi juga banyak papan nama yang menginformasikan bahwa letak sekolah, kantor, atau toko mereka ada di Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang.
Mungkin juga banyak yang mengira bahwa Magelang itu termasuk wilayah Yogyakarta sehingga berpersepsi bahwa Candi Borobudur ada di Yogyakarta.
Apakah ada yang salah dalam mata pelajaran geografi sehingga orang Indonesia kurang mengenal provinsi, nama kota, dan letak geografis tempat umum di Indonesia?
Zaman saya SMP pelajaran geografi identik dengan peta. Sampai-sampai dengan mata tertutup pun kami harus bisa menunjuk dimana letak Moskow, misalnya, lengkap dengan garis lintang dan garis bujurnya.
Entah bagaimana pelajaran geografi sekarang karena anak saya masih SD. Pelajaran geografi masih ada dalam pelajaran IPS.
Kekeliruan menyatakan letak lokasi publik juga dapat kita lihat pada Bandar Udara Juanda.
Bandar Udara Juanda letaknya di Kabupaten Sidoarjo, bukan di Kota Surabaya. Sedari awal dibangun, tanah yang menjadi lokasi bandar udara berada di Kecamatan Sedati, Sidoarjo.Â
Dipilih lokasi itu karena dekat dengan Surabaya. Mungkin karena posisinya yang dekat dengan Surabaya itulah (20 km di selatan Kota Surabaya), Bandar Udara Juanda kerap disebut berada di Surabaya.
Hal itu serupa dengan yang dialami Bandar Udara Soekarno-Hatta. Bandar Udara itu masih tersohor berada di Cengkareng, Jakarta Barat. Padahal lokasinya ada di Kecamatan Benda, Kota Tangerang, Banten.
Secara geografis Bandar Udara Soekarno Hatta tidak pernah berada di Cengkareng. Letaknya memang berada ditengah-tengah Kecamatan Cengkareng dan Benda, tapi sejak dibangun lokasi yang sebenarnya tidak pernah benar-benar masuk ke wilayah Cengkareng.
Mari sejenak kita lihat Jatim Park. Jatim Park berada di Kota Batu, Jawa Timur. Dahulu Kota Batu termasuk bagian dari Kabupaten Malang. Namun sejak 1993 Batu pisah dari Malang dan menjadi kota administratif sendiri. Dengan demikian Jatim Park yang ada di Batu mengikuti lokasi dimana dia berada, yaitu Kota Batu, tidak lagi ada di Kabupaten Malang.
Pemindahan lokasi mengikuti wilayah seperti yang terjadi pada Jatim Park tidak terjadi pada Bandar Udara Soekarno-Hatta. Dari dulu sampai sekarang, Kecamatan Cengkareng tidak pernah pindah dari Tangerang ke Jakarta sehingga mestinya lokasi Bandar Udara Soekarno-Hatta tidak mengikuti Cengkareng.
Khusus Bandar Udara Soekarno-Hatta saya punya asumsi mengapa bandar udara itu didaftarkan dengan nama Cengkareng sehingga kode penerbangan internasionalnya pun berinisial CKG (Cengkareng).
Pada zaman sebelum reformasi sangat lazim menyebut wilayah pemukiman di perbatasan Jakarta-Jabodetabek seperti Pondok Gede, Cibubur, Cinere, Ciputat, Bintaro, Serpong, dan lainnya sebagai bagian dari wilayah Jakarta.
Hal itu terjadi karena secara administratif penduduknya masih mengikuti administrasi Jakarta (SIM, paspor, surat-menyurat, SKCK, dan segala macamnya). Jadi, orang Pondok Gede pada zaman sebelum reformasi menyebut dirinya sebagai "orang Jakarta" meski pada KTP tertulis mereka adalah warga Bekasi, Jawa Barat.
Pun warga Cinere menyebut wilayah mereka ada di Jakarta Selatan padahal sudah masuk wilayah Bogor, Jawa Barat (sebelum Depok pisah dari Kabupaten Bogor pada 1999 dan menjadi kota administratif sendiri).
Mungkin karena kedekatan lokasi itulah yang mendasari disebutnya Bandar Udara Soekarno Hatta sebagai bandar udara yang ada di Jakarta dan Bandar Udara Juanda ada di Surabaya, sejak awal dibangun.
Kini orang Jabodetabek sudah tidak lagi menyebut wilayahnya ada di Jakarta, juga sudah tidak mengaku-ngaku sebagai orang Jakarta, meski plat nomor kendaraan mereka masih B mengikuti Polda Metro Jaya (kecuali sebagian Kota Tangerang sudah berplat A mengikuti Kabupaten Tangerang).
Mudah-mudahan kekeliruan penyebutan letak tempat publik tidak berkepanjangan. Karena orang Indonesia harus mengenal negerinya sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H