Bekerja di kantor yang berbasis di luar negeri tapi domisili tetap di Indonesia? Bisa banget! Itu namanya kerja model telecommuting.Â
Telecommuting adalah pengaturan kerja di mana karyawan bekerja di luar kantor. Karyawan bisa kerja dari mana saja, termasuk rumah, kedai kopi (biasanya ini karena ingin nebeng WiFi), perpustakaan, dan di mana saja.Â
Saya pun pernah bekerja dari dalam kereta sepanjang perjalanan dari Jakarta menuju Yogya, saat sedang hamil anak pertama. Tentu ditemani suami, dong.
Anda menebak telecommuting ini sama dengan remote working? Betul, tapi ada sedikit perbedaan.
Remote worker (pekerja jarak jauh) bekerja di luar kantor saat dia sedang bepergian, dinas luar kota, atau sedang pandemi seperti sekarang. Sementara pekerja telecommuting hampir tidak pernah bekerja di kantor karena kantornya berada di luar kota atau negara.
Sejak 2010 saya sudah akrab dengan telecommuting. Kantor saya di negeri singa mengizinkan para karyawan dari ASEAN kembali ke negara asal untuk bekerja secara telecommuting. Dengan begitu perusahaan tidak lagi harus membayar uang makan dan sewa apartemen untuk para karyawan asingnya. Ngirit, iya.
Telecommuting dan remote working, menurut persepsi saya, juga berbeda denganDigital nomad adalah pekerja lepas yang memanfaatkan teknologi digital untuk mencari uang. Sedangkan orang yang bekerja telecommuting dan remote working statusnya adalah karyawan (baik kontrak maupun tetap) yang dapat gaji rutin.
Ketika bekerja, kaum digital nomad berpindah-pindah kota, bahkan negara, sementara karyawan telecommuting dan remote working tetap berdomisili di tempat asal mereka.
Sebelas tahun yang lalu, meski internet dan teknologi digital sudah menggeliat, namun orang Indonesia belum banyak yang tahu soal telecommuting.Â
Berhubung saya anak rumahan, maka bekerja telecommuting pun saya lakukan di rumah (masih bersama orang tua karena pada 2010 saya belum menikah).