Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Pekerja sektor informal. Juru ketik di emperbaca.com. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Secuplik Beda Worklife antara Milenial Muda dan Tua

11 April 2021   11:04 Diperbarui: 13 April 2021   17:50 1173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pekerjaan yang terlalu padat. (sumber: grinvalds/Thinkstock via kompas.com)

Bila merujuk pada kantor berita Reuters dan Pew Research Center, generasi milenial (disebut juga Generasi Y) adalah mereka yang lahir tahun 1981-1996. 

Sedangkan menurut lembaga nonprofit National Public Radio di Washington, milenial adalah mereka yang lahir pada 1980-2000 (yang lalu dimasukkan ke Wikipedia). Kemudian bila merujuk pada media massa Indonesia, semua anak SMA dan kuliah adalah milenial.

Salah kaprah media massa mengategorikan milenial bahkan diikuti oleh Kemdikbud yang tersurat pada judul artikel "Mendidik dan Mendampingi Remaja Milenial" di situs gln.kemdikbud.go.id.

Artikel Kemdikbud tersebut dibuat pada 2019, yang artinya jika dihitung sampai tahun 2021, remaja yang dimaksud bahkan belum mencapai usia milenial termuda (25 tahun). 

Saya lebih percaya kategori usia milenial dari Pew Research Center karena merekalah yang pertama kali mengelompokkannya untuk analisa target pasar marketing.

Meski sama-sama milenial karena lahir di masa pesatnya perkembangan teknologi, milenial muda (25-32 tahun) dan milenial tua (33-40 tahun) punya karakter yang berbeda dalam bekerja dan mencapai cita-cita, seperti saya tulis berikut ini,

1. Etos Kerja 

Milenial muda suka bekerja cepat, efektif, efisien, mendahulukan aksi dan menomorduakan birokrasi. Mereka tidak suka rapat-rapat formal dan koordinasi berkepanjangan, apalagi membuat laporan panjang-panjang.

Sementara milenial tua masih menyukai segala jenis konsolidasi berbentuk rapat (entah online atau offline). 

Mereka pun tidak keberatan berlama-lama membuat laporan detil dan panjang seusai proyek mereka selesai. Sayangnya, milenial tua juga cenderung overthinking terhadap pekerjaan dan rekan kerja sehingga mengesankan mereka lambat dalam bekerja.

2. Loyalitas

Dahulu kutu loncat (berpindah-pindah kerja) dianggap buruk karena dianggap tidak loyal terhadap pekerjaan dan perusahaan. Namun sekarang eranya kutu loncat. Milenial muda tidak akan betah bekerja lebih dari dua tahun di tempat sama jika mereka tidak dapat ilmu dan pengalaman baru.

Mereka tidak segan mulai bekerja dari nol jika pekerjaan itu diperkirakan bakal menambah pengalamannya.

Sementara itu milenial tua tidak akan lagi pindah-pindah kerja kecuali mereka dapat tawaran gaji dan posisi di tempat lain yang lebih tinggi dari pekerjaannya sekarang. Bisa dibilang milenial tua sudah berada di zona nyaman yang membuatnya loyal berada di satu perusahaan atau pekerjaan yang sama.

3. Gaji

Gaji bukanlah faktor utama yang jadi penentu milenial muda mencari dan menerima pekerjaan. Kebanyakan milenial muda menginginkan tempat bekerja yang terbuka terhadap ide-ide segar dan tidak monoton.

Mereka menerima gaji sepantasnya, namun jika tempat itu dirasa ideal untuknya, mereka tidak keberatan dapat gaji hanya sebesar UMP (Upah Minimum Provinsi).

Lain halnya dengan milenial tua yang menginginkan gaji yang bisa menopang cicilan benda-benda kebutuhan hidup mereka.

4. Gaya Hidup

Ilustrasi: freepik.com/inspiring
Ilustrasi: freepik.com/inspiring
Milenial muda kurang suka ngopi-ngopi atau hangout di kafe selepas jam kerja. Mereka lebih memilih mengisi waktu dengan melakukan hobi, kesukaan atau berkumpul dengan orang yang punya kegemaran sama untuk berbagi ide dan pengalaman.

Milenial tua masih senang ngumpul-ngumpul sekedar bergurau melepas penat dengan rekan kerja. 

5. Pasangan 

Milenial muda pasti galau tiap ada teman yang melepas masa lajang, namun kegalauan itu tidak lama karena perhatian mereka akan kembali pada karir, pencapaian keahlian tertentu yang sesuai minat, atau keinginan menuntaskan cita-cita.

Ketika milenial muda sudah memasuki usia 30 namun belum menikah, biasanya mereka tidak lagi menggebu-gebu mencari pasangan. Mereka akan lebih memusatkan perhatian pada karir atau aktualisasi diri yang sedang atau akan mereka capai.

Pada urusan jodoh, semua milenial sama. Jika milenial tua belum menemukan pasangan hidupnya, mereka juga bakal mendahulukan pekerjaan atau hobi dan komunitas daripada repot-repot membuka akun Tinder.

Milenial atau bukan, pada dasarnya semua kelompok umur sama. Kategori usia biasanya hanya dipakai untuk keperluan khusus, seperti pemasaran, pendekatan psikologis, dan karakteristik audience, Jadi tidak harus mempengaruhi kehidupan kita yang sudah bahagia ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun