Royalti adalah "uang lelah" kepada musisi yang menciptakan, memproduksi, dan memopulerkan sebuah lagu. Jadi bukan seperti pajak yang dipungut negara. Kalau tidak mau bayar royalti, kita boleh saja menciptakan lagu sendiri yang disebarluaskan kepada siapapun untuk tujuan apapun, tanpa harus izin kepada kita.
Lagipula, pendapatan musisi Indonesia dari royalti termasuk kecil dibandingkan negara-negara ASEAN (kecuali Timor Leste).
Namun sayang, PP Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Hak Cipta Lagu dan/atau Musik ini belum mengatur tentang individu atau grup yang meng-cover lagu di platform digital seperti YouTube dan Tiktok.Â
Padahal aktivitas cover lagu di YouTube massive dan ada kepentingan komersil disana. Seseorang dan grup yang menyanyikan lagu milik musikus dan penyanyi terkenal di YouTube hampir pasti menginginkan banyak view dan subscriber yang lalu menghasilkan uang bagi mereka.
Selagi belum ada aturan yang mewajibkan peng-cover lagu membayar royalti, baiknya sebelum upload ke YouTube, mereka izin dulu kepada pencipta lagu, penyanyi, atau produser yang memiliki hak cipta dan hak ekonomi atas lagu tersebut.
Lain halnya dengan YouTuber yang meng-cover lagu, pembayaran royalti tidak bakalan dibebankan kepada penyanyi kafe karena royalti akan ditagih ke pemilik kafe, bukan ke band dan penyanyi di kafe.
Lalu bagaimana dengan penyanyi dan organ tunggal di acara pernikahan? Yang membayar royalti adalah pemilik usaha organ tunggal, bukan si pengantin dan penyelenggara pernikahan. Kalau si penyanyi dan organ itu berasal dari keluarga mempelai sendiri dan tidak untuk tujuan komersil, juga tidak wajib bayar royalti.
Jadi, kalau cuma genjrang-genjreng di kost dan tongkrongan, sih, gak perlu bayar royalti, wong untuk senang-senang bukan komersil, to?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H