Publik kelas menengah ke bawah menyukai acara haha-hihi semacam variety show dan yang dramatis seperti sinetron dan hantu-hantuan.
Dengan demikian saya katakan bahwa Atta dan Aurel adalah dua pesohor yang punya nilai jual menggiurkan untuk mendongkrak rating dan menambang iklan.
Atta Halilintar adalah YouTuber yang punya 25,5 juta subscribers. Dengan subscriber sebanyak itu, pada 2020, Atta pernah mengklaim dirinya sebagai YouTuber dengan subscriber terbanyak se-Asia.
Sedangkan Aurel, jelas, selain sebagai penyanyi, dia adalah anak diva pop Krisdayanti dengan musikus Anang Hermansyah. Video musik Aurel yang berjudul Kepastian pada Juli 2020 lalu jadi trending nomor satu YouTube Indonesia tidak lama setelah rilis.
Jika acara lamaran dan pernikahan mereka ditayangkan di frekuensi publik, jelas menganggu kita yang tidak menyukai acara seperti itu, namun kita harus menerima jika acara itu disukai puluhan juta masyarakat Indonesia.
Memangnya apa sih frekuensi publik itu?
Benar, fekuensi publik adalah milik publik. Penggunaan frekuensi harus diperuntukkan bagi kepentingan publik bukan untuk golongan apalagi pribadi. Tayangan televisi swasta cenderung membodohi (sinetron, infotainment, horor, mistis) daripada mencerdaskan bangsa, dan tayangan yang demikian tidak sesuai dengan tujuan awal frekuensi publik diberikan kepada televisi swasta.
Namun sekali lagi, suka atau tidak, acara yang disukai mayoritas publik Indonesia adalah acara yang seperti itu. Acara "mencerdaskan" yang paling top hanyalah olahraga (sepak bola, bulutangkis, voli dll), sedangkan tayangan Belajar dari Rumah yang digagas Kemendikbud saja tidak ditonton.
Masyarakat menyukai acara-acara ringan yang ketika menontonnya mereka akan terhibur dan tertawa. Acara-acara yang membuat mereka cerdas tidak bakalan ditonton. Kenapa?
Karena buat mereka hidup itu sudah berat, mereka menonton televisi untuk mencari hiburan, bukan mikir.
Selain itu, tayangan pernikahan live Atta dan Aurel di RCTI telah diizinkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).