Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Pekerja sektor informal. Juru ketik di emperbaca.com. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Dulu Diary Pakai Gembok Sekarang Akun Medsos yang Digembok

8 Januari 2021   17:42 Diperbarui: 8 Januari 2021   17:57 1313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Contoh akun Twitter yang digembok. Foto twitter.com/digemmbok

Platform media sosial (medsos) yang punya fitur gembok memang hanya Twitter, tetapi semua medsos punya fitur privasi alias tidak sembarang orang bisa melihat apa yang kita posting.

Tetapi ini beda dengan akun Donald J Trump yang “digembok” oleh Facebook, Twitter, dan Snapchat untuk menghindari provokasi dan kekacauan. Akun suatu medsos digembok karena pemiliknya butuh privasi.

Kenapa butuh gembok dan privasi? Kalau curhat, kan, bisa di buku harian, kenapa harus di medsos yang adalah ranah publik? Haram mengumbar aib sendiri!

Jangan kezel dulu, Ferguso.

Media sosial awalnya dibuat bukan untuk curhat, tapi berbagi pemikiran, pendapat, dan pengalaman yang kadang tidak sengaja mengarah ke ranah pribadi yang terkesan curhat. 

Meski demikian, ada alasan kenapa orang suka mengungkapkan curahan hati di medsos. 

Pertama sudah tidak ada yang jual diary bergembok. Di tahun 90-an sih banyak, tetapi sekarang? Kalaupun masih ada, buku-buku harian itu mau ditaruh dimana? Di lemari, di bawah kasur, atau di rak buku? Bakal "makan" tempat, kan.

Kedua, bagi sebagian orang medsos itu ya tempat "curahan hati" karena tiada orang di dunia nyata yang dapat menampung isi hatinya. Dengan menulis di medsos minimal ada kelegaan hati. Karena itu mereka memilih menggembok akunnya supaya hanya orang-orang terpercaya saja yang boleh melihatnya.

Ketiga, zaman berubah. Mau tidak mau kita hidup menyesuaikan dengan zaman. Kalau kita hidup di zaman Majapahit mungkin kita akan menulis di daun lontar, bukan di buku harian bergembok, apalagi di Kompasiana. 

Karena sekarang kita hidup di era digital, maka hidup kita sudah banyak dipengaruhi oleh internet dan teknologi komunikasi, termasuk penggunaan media sosial.

Keempat, menulis di buku harian perlu waktu lebih banyak. Untuk mengetik 100 kata hanya butuh waktu satu menit di medsos, sedangkan di buku harian perlu tiga menit. 

Menurut psikolog UI, Endang Mariani Rahayu, curhat di medsos sebenarnya malah dapat menambah beban stres seseorang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun