Pada
waktu saya bergabung dengan Kompasiana.com Desember 2018, saya hanya menulis saja tanpa keliling membaca artikel Kompasianer lain.ÂSaya pikir Kompasiana hanya wadah menulis saja. Karena tidak pernah keliling membaca artikel Kompasianer lain, tentu saja artikel saya juga tidak dibaca orang karena orang belum tahu bahwa saya ada.
Baru pada 2020 saya menyadari bahwa sejak 2018 itu orang pertama dan satu-satunya yang membaca artikel-artikel saya di Kompasiana adalah Pak Tjiptadinata, kemudian disusul Ibu Roselina.
Dahulu belum ada Kompasiana Premium sehingga semua notifikasi dapat dilihat. Pada notifikasi itu hanya ada nama Tjiptadinata Effendi dan Roselina Tjiptadinata.
Saya penasaran mengapa kedua orang ini rajin sekali mampir ke artikel saya padahal saya pun melupakan artikel saya setelah menulis.
Ternyata artikel-artikel Pak Tjip dan Bu Rose inspiratif sekali. Sangat jauh dari kesan menyombongkan diri meski beliau berdua orang kaya-raya, sering keliling dunia, dan punya anak-cucu yang juga sukses.
Saya paling terkesan tiap kali membaca kisah-kisah saat Pak Tjip dan Bu Rose hidup susah sewaktu jadi buruh perkebunan dan jadi penjual kelapa.
Apalagi Bu Rose, saya kagum dengan kesabaran, keikhlasan, dan kesetiaan beliau mendampingi Pak Tjip selama hidup susah. Sangat menginspirasi saya untuk menjalani hidup bersama suami, apalagi kami juga pernah mengalami kesulitan sewaktu baru pindah dari Jakarta ke Magelang.
Bila Pak Tjip dan Bu Rose menulis tentang pengalaman seminar yang beliau jalani dan indahnya keliling dunia, tidak tersirat sedikit pun kesombongan yang menunjukkan, "Ini, lho, kami sudah keliling dunia. Hebat, kan!" sungguh tidak ada yang seperti itu.
Pengalaman beliau berdua menjalin persahabatan juga menginspirasi. Siapa yang bisa punya sahabat begitu banyak kecuali orang-orang baik. Berarti bukan hanya di dunia maya saja.Â
Di dunia nyata pun Pak Tjip dan Bu Rose sudah membuktikan bahwa kalau kita tulus bersahabat dengan orang lain, pancaran ketulusan itu akan berlangsung selamanya.