Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Juru ketik di emperbaca.com. Penulis generalis. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Ditundanya Piala Dunia U-20, Momentum PSSI Menyeriusi Pembinaan Usia Dini

27 Desember 2020   10:37 Diperbarui: 27 Desember 2020   10:51 611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mantan striker timnas Indonesia Gendut Doni Christiawan. Foto: indonesiainside.id

Kabar gembira datang di penghujung tahun ini, yaitu ditundanya Piala Dunia U-20 2021 ke tahun 2023. 

Kok dibilang kabar gembira? Sedih dong. Kecewa berat karena stadion sudah disiapkan, panitia sudah dibentuk, dana sudah digelontorkan, dan tim nasional sudah menggeber latihan.

Itu dia. Selama ini timnas berlatih kalau ada perhelatan besar saja. Sehari-harinya belum ada pembinaan berkesinambungan untuk pesepak bola usia muda di klub dan dari PSSI selaku induk organisasi.

Siapapun penyuka bola pasti tahu belum adanya striker tajam pengganti Bambang Pamungkas dan Boaz Solossa karena tidak ada regenerasi akibat tidak ada pembinaan dan kompetisi untuk pesepak bola usia muda.   

Saya punya tiga orang teman yang saya kenal saat SMU pada akhirnya memilih bermain di luar negeri setelah lulus sekolah karena tidak dapat kepastian dari PSSI apakah akan dimasukkan ke tim nasional remaja atau tidak. Sekarang ketiganya masih di luar negeri dan bekerja di bidang persepakbolaan, dua diantara mereka sudah pindah kewarganegaraan.

Hal serupa berlanjut sampai sekarang, yakni ketiadaan pembinaan dan kompetisi untuk pesepak bola usia muda. Pemain muda yang direkrut klub sangat jarang diturunkan berlaga sehingga kekurangan jam terbang dan akhirnya mandul.

Hal inilah yang mendorong PSSI menerapkan National Club Licensing System sejak 2019 lalu. Ada bagian dari peraturan itu yang menyebutkan bahwa selain tim utama, klub yang bertanding di Liga 1 harus punya tim U-16, U-18, U-20, dan tim putri.  

Club Licensing System (CLS) diadopsi PSSI dari AFC yang mana AFC mengadopsinya dari FIFA. 

Tujuan klub harus punya tim selain tim utama adalah untuk regenerasi. Di Eropa pun begitu, ketika tim senior bertanding, tim juniornya juga bertanding melawan klub yang sama dengan klub senior. Misal, ketika Persija tanding melawan Persib, maka tim junior Persija juga tanding melawan tim junior Persib. 

Lapangan yang digunakan tim junior tidak perlu sebagus tim senior, menggunakan lapangan sekelas tarkam, untuk sementara, bisa saja.

Lantas kenapa pembinaan usia muda dibebankan kepada klub bukannya PSSI?

Tanggung jawab tentu saja tetap ada di tangan PSSI selaku pengelola sepak bola di Indonesia, tetapi pada klublah sirkulasi pemain itu ada.

Bilamana pemain tua tidak lagi bisa merumput, maka klub tidak perlu pusing cari pemain karena sudah ada stok pemain muda.

Selain itu, pelaku kompetisi nasional (Liga 3, Liga 2, dan Liga 1) adalah klub-klub, maka wajar pembinaan pesepak bola usia muda ada ditangan mereka karena kelak klub juga yang akan memetik hasilnya. Pemain bisa dijual mahal atau kalau pemain memilih setia kepada klub seperti Lionel Messi setia kepada Barcelona, itu akan menguntungkan klub juga, bukan?

Kalau seorang jomlo bisa jalan sendiri tanpa kekasih, klub tidak bisa. Klub harus seiring sejalan dengan PSSI, maka jalan keluarnya ada ditangan PSSI, mau atau tidak membimbing dan membantu klub melakukan pembinaan usia muda. 

Jangan hanya menyuruh-nyuruh klub punya tim Under-under dibawah peraturan CLS, tetapi dalam organisasinya sendiri masih ditunggangi kepentingan pribadi dan kelompok, bukan kepentingan sepak bola nasional.

Thailand dan Vietnam sudah menerapkan CLS terutama pada manajemen keuangan dan pembinaan dini, tetapi di negeri Zamrud Khatulistiwa ini CLS masih jadi kontroversi karena dianggap mustahil dilaksanakan.

CLS juga dianggap menyulitkan klub Liga 2 yang akan promosi ke Liga 1 karena harus lebih dulu punya tim U-16, U-18, U-20, dan tim putri. 

Selama ini klub Liga 1 sudah punya tim putri yang kompetisinya bernama Liga 1 Putri. Pada musim 2019 juaranya adalah Persib Putri yang mengalahkan Tira-Persikabo dengan skor agregat 6-1. 

Lalu bagaimana klub Liga 1 mau menambah tim Under-under, membiayai dua tim saja kesulitan, apalagi harus punya tiga istri, eh, tiga tim lagi. Edan! Begitu katanya, tapi bukan Singo Edan, tentu.

Sebenarnya tidak mustahil kalau ada kemauan. Baik PSSI dan klub selama ini enggan serius membina pesebak bola usia muda karena dana yang harus dikeluarkan sangat besar. Bisa saja meniru cara klub-klub Eropa. Pun FIFA juga sudah beberapa kali memberi workshop tentang penerapan CLS pada induk organisasi bola regional (AFC, CAF, NAFU, dll) juga seminar di beberapa negara.

Dana besar yang dikeluarkan untuk pembinaan usia muda adalah investasi, kita tidak bisa memetik hasilnya dalam waktu cepat. Hasil itu akan kelihatan dalam jangka panjang dan akan sangat sepadan dengan usaha dan dana yang telah dikeluarkan.

Jadi sebenarnya untuk apa kita bangga jadi penyelenggara Piala Dunia U-20 kalau kemampuan tim nasionalnya belum hebat? Hal itu seperti membangun rumah megah dan mewah tapi tidak ada yang penghuninya.

Maka dari itu tidak perlu galau berkepanjangan disebabkan Piala Dunia U-20 ditunda, karena Piala AFF 2020, Kualifikasi Piala Dunia Qatar 2022, Piala Dunia Antarklub 2021, Piala Dunia U-17 2021, dan Piala Dunia Wanita 2021 juga ditunda.

Penundaan Piala Dunia U-20 semestinya bisa diprediksi jauh-jauh hari karena pandemi belum tampak kapan akan berakhir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun