Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Pekerja sektor informal. Juru ketik di emperbaca.com. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Tes Antigen, Libur Sekolah, dan Bosan di Rumah

22 Desember 2020   15:01 Diperbarui: 6 April 2021   07:46 933
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi libur sekolah, natal, dan tahun baru | sumber: shutterstock via lifehacker.com

Yang jadi penyebab utama ramainya orang pulang kampung dan berlibur bukan karena merayakan Natal dan tahun baru, tetapi karena bertepatan dengan libur sekolah.

Pada libur tanggal merah yang disertai cuti bersama pada 28 Oktober-1 November lalu juga ramai orang berlibur namun tidak membludak seperti sekarang karena yang pergi kebanyakan anak muda atau memang ada keperluan dengan keluarga di kampung halaman.

Pada libur Idul Fitri kemarin, orang bisa tahan untuk tidak mudik selain karena ada larangan dari kepala daerah di Jawa yang melarang warganya pulang kampung, orang juga masih kaget terhadap datangnya virus baru yang menghebohkan dunia.

Membludaknya warga yang pergi berlibur pada libur Natal dan tahun baru kali ini selain karena masyarakat mengalami pandemic fatigue, sekali lagi, juga bertepatan dengan libur sekolah.

Pandemic fatigue adalah kondisi lelah dan bosan diakibatkan pandemi berkepanjangan yang membatasi aktivitas masyarakat.

Mengapa orang tahan untuk tidak mudik tapi tidak tahan untuk tidak mengajak anak-anak mereka liburan?

Karena waktu kebersamaan orangtua dan anak sangat kurang. Meski ayah dan ibu si anak bekerja dari rumah selama pandemi, tapi pikiran dan fokus mereka tetap ada di kantor. Jadi anak hanya bertemu fisik, tidak merasakan kedekatan batin dengan orangtuanya.

Baca Juga: Pak Gub! Anak Libur Sekolah, Berkah atau Bencana?

Ditambah lagi selama Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), baik orangtua dan siswa merasa dibebani oleh tugas-tugas dari sekolah. Kondisi ini juga membuat banyak anak ingin tamasya ke luar rumah. Orangtua juga butuh berlibur untuk melepas penat dan liburan yang paling pas adalah berlibur bersama disaat anak-anak libur sekolah.

Itulah yang sangat mungkin membuat mobilitas orang saat libur semesteran ini jauh lebih tinggi daripada libur kenaikan kelas pada Juni lalu.

Pada Juni orang masih khawatir terhadap penyebaran virus. Sekarang orang lebih memilih menyenangkan diri untuk mengurangi stres dan bosan ketimbang khawatir dengan Corona.

Tak pelak bandar udara dan stasiun kereta api pun jadi penuh penumpang. Loket untuk rapid test antigen sampai tidak cukup menampung mereka yang ingin rapid test sebelum berangkat. Tidak percaya? Tengoklah berita di televisi. Kalau tidak punya televisi boleh nonton di YouTube.

Rapid test antigen adalah tes yang mendeteksi antigen dalam tubuh. Antigen adalah molekul yang mampu merangsang respon daya tahan tubuh. Molekul ini dapat berupa protein, polisakarida, asam nukleat, dan lipid.

Tiap antigen memiliki fitur permukaan berbeda yang dikenali sistem imun.

Virus Corona memiliki sejumlah antigen yang terdiri dari protein nukleokapsid. Maka rapid test antigen akan mendeteksi ada tidaknya protein tersebut.

Menurut dokter spesialis anak langganan kami, orang yang punya alergi dan autoimun sangat mungkin ketika di tes antigen atau antibodi hasilnya akan positif (reaktif) meski di dalam tubuhnya tidak ada virus Corona. Hal ini disebabkan ada reaksi khusus pada sistem imun mereka yang tidak seperti orang normal.

Di lain hal, rapid test antigen dianggap kurang sensitif dibanding rapid test PCR.

Tes antigen hanya efektif mendeteksi infeksi ketika jumlah virus dalam tubuh cukup tinggi. Kalau jumlah virusnya tidak terlalu tinggi, hasil tes antigen akan negatif.

Walaupun begitu, rapid test antigen punya kelebihan yaitu hasilnya bisa cepat diketahui dan bisa dilakukan di lebih banyak laboratorium dan fasilitas kesehatan. Rapid test antigen juga lebih akurat daripada rapid test antibodi serta lebih murah dan cepat daripada swab PCR.

Jadi jika nanti terjadi lonjakan kasus positif paska libur sekolah, Natal, dan tahun baru ini, kemungkinan terjadi dari orang yang hasil antigennya negatif tapi ternyata punya virus Corona dalam tubuhnya, lalu dia menularkan virus ke orang lain melalui dropletnya.

Ya salah pemerintah juga, sih, membolehkan orang liburan padahal vaksinasi saja belum mulai.

Pemerintah membolehkan orang liburan tapi mengimbau kalau bisa di rumah, ya di rumah saja. Selain itu karena pertimbangan ekonomi dan mengurangi pandemic fatigue pada rakyat.

Polri akan melakukan rapid test antigen secara acak di 70 rest area yang ada di pulau Jawa sebagai tanggung jawab atas kontrol pengawasan dan penerapan protokol kesehatan Covid-19. 

Tapi bagaimana jika polisi menemukan orang yang hasil antigennya positif? Apakah orang itu akan disuruh pulang dan dilarang melanjutkan perjalanan? Atau akan dilanjutkan dengan tes usap PCR di tempat terdekat, atau bagaimana? Entah.

Pergi berlibur atau tidak itu pilihan masing-masing. Yang tidak pergi liburan tidak perlu iri dan yang plesiran juga tidak perlu menyalahkan siapa-siapa jika liburannya terhambat karena pengetatan protokol kesehatan dimana-mana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun