Sepak bola, yang menjadi tema film yang diproduseri dan dibintangi oleh mendiang Glenn Fredly, Cahaya dari Timur: Beta Maluku, menjadi bukti bahwa turnamen tarkam telah menyelamatkan para remaja dari konflik bersenjata atas nama agama di Ambon.
Film itu mengangkat kisah nyata Coach Sani Tawainella yang menyatukan dua kesebelasan pemenang John Mailoa Cup dari sekolah Kristen dan Islam dan membawa mereka bertanding ke Jakarta. Tim Maluku pun memenangkan kejuaraan PSSI U-15 tahun 2006.
Tulehu, tempat asal Coach Sani, juga banyak melahirkan pemain-pemain yang sekarang berlaga di Liga 1 seperti Ramdani Lestaluhu (Persija Jakarta), Alfin Tuasalamony (Madura United), Rizky Pellu (PSM Makassar), dan Abduh Lestaluhu (Tira Persikabo).Â
Mantan pemain timmas sekaligus gelandang legendaris Persija Imran Nahumarury dan mantan pemain timnas U-16 Alfin Lestaluhu, juga berasal dari Tulehu.
Saya ingat dulu ketika pada masa muda aktif di karang taruna, pertandingan sepak bola paling banyak dipilih oleh anak muda usia SMA-mahasiswa ketika kami menanyakan apa yang ingin mereka lakukan untuk memperingati hari kemerdekaan RI.
Berita tentang turnamen sepak bola rupanya menyebar luas. Ketika pendaftaran ditutup ada lebih dari 40 kesebelasan yang mendaftar dari seantero kecamatan Mampang Prapatan, Jaksel.
Padahal hadiah yang ditawarkan biasa-biasa saja, hanya piala Pak Camat, uang tunai, dan piagam. Lha iya, namanya juga tarkam, salah satu ciri tarkam adalah hadiahnya yang tidak besar.
Beberapa laga di turnamen piala Pak Camat itu berlangsung keras dihujani kartu kuning karena banyak pelanggaran dari tekel, diving, hingga dorong-dorongan sampai nyaris adu jotos. Beberapa pemain juga dapat kartu merah karena memaki wasit dan menggebrak meja panitia.
Sedangkan laga yang "loyo" karena para pemainnya dianggap hanya lari-larian mengoper bola di lapangan, seketika dapat teriakan dari penonton yang menginginkan permainan berjalan lebih seru.
Tarkam, singkatan dari tarikan kampung atau antarkampung, adalah turnamen olahraga lokal yang diadakan di kampung-kampung untuk kesenangan atau untuk memperingati suatu event.
Tidak ada aturan baku dalam turnamen tarkam. Lapangan yang digunakan juga alakadar tidak mengikuti aturan PSSI, apalagi FIFA.
Saat ini tarkam sering juga disebut sebagai "fun football" agar terdengar lebih keren seperti Liga Champions.
Bicara soal Liga Champions, ada turnamen tarkam yang viral karena pernak-perniknya, seperti lagu dan seremoninya, mirip seperti Liga Champions. Turnamen itu bernama Cijaku Champions League yang ada di Kecamatan Cijaku, Kabupaten Lebak, Banten.
Cijaku Champions League punya tujuan mulia, yaitu mencari bibit sepak bola berbakat yang berasal dari Cijaku.
Bila Cijaku mencari bibit pemain bola, bagaimana dengan turnamen tarkam yang ingin menaikkan gengsi dan pamor di mata turnamen tarkam lain? Jawabannya:Â "mengontrak" pemain dari kompetisi Liga 1.
Sekarang ini kompetisi Liga 1 mandek karena tidak juga dapat izin keramaian dari Polri berkaitan dengan pandemi Covid-19.
Beberapa klub Liga 1 seperti Arema, PSM Makassar, Persita Tangerang, PSIS Semarang, dan Bali United terpaksa membolehkan pemainnya mengikuti tarkam selama Liga 1 tidak bergulir.
Sementara itu Bayangkara FC, Persiraja Banda Aceh, Barito Putera, dan Persib Bandung melarang para pemainnya ikut tarkam.Â
Tetapi, Saddil Ramdani, pemain sayap Bayangkara FC tepergok netizen sedang main tarkam bersama beberapa rekan se-timnya.
Mungkin ada penonton yang tidak tahu bahwa Saddil adalah pemain bola profesional Liga 1, jadi dia membagikan video saat Saddil sedang bermain di lapangan berkubang lumpur untuk memenangkan pertandingan tarkam.
Padahal ada peraturan tak tertulis bahwa panitia, pengunjung, dan siapapun yang menonton dilarang membagikan dan menyebarkan gambar ketika ada pemain bola profesional yang sedang berlaga di tarkam.
Yah, namanya saja peraturan tidak tertulis, siapa bisa menjamin tidak akan dilanggar.
Sementara itu, Persela Lamongan tidak melarang tapi juga tidak memberikan izin. Jika memberi izin berarti Persela membenarkan pemainnya untuk melanggar klausul kontrak.Â
Tetapi jika dilarang manajemen pun tahu diri karena kompetisi berhenti dan mereka hanya membayar gaji para pemain maksimal 25 persen saja jika tidak ada aktivitas latihan.
Eky Taufik Febriyanto, kapten dan bek Persela Lamongan mengatakan bahwa dia menerima tawaran main di tarkam selain untuk mengumpulkan "uang receh", juga menjaga kebugaran dan feeling bermain di lapangan.Â
Meski begitu, sama seperti yang diwanti-wanti semua klub yang membolehkan pemainnya ikut tarkam, Eky tetap menjaga diri agar jangan sampai cedera.
Kalau sampai cedera pemain sendiri yang akan repot karena di tarkam tidak ada asuransi dan jaminan perawatan jika pemain cedera. Panitia maksimal hanya bisa menyediakan tukang urut atau mantri, bukan dokter olahraga atau dokter ortopedi.
Eky juga bilang kalau kebetulan bertemu dengan lawan yang bagus dia diuntungkan karena seperti sedang latihan untuk kompetisi Liga 1.
Apakah benar ada pemain bagus di pertandingan tarkam?
Ada. Rezaldi Hehanusa ditemukan oleh Persija Jakarta saat sedang bertanding tarkam di Tangerang Selatan pada 2016. Sejak itu dia dikontrak sebagai bek di klub Macan Kemayoran itu sampai sekarang.
Para pemain tarkam yang sudah "profesional" sering dapat banyak tawaran bermain dari tarkam ke tarkam. Mereka bisa dibayar per pertandingan atau dikontak per turnamen untuk memperkuat satu tim.
Kalau kurang puas dengan pemain tarkam profesional, para bos tarkam lalu merekrut pemain dari Liga 2 dan Liga 1.Â
Bayaran untuk pemain Liga 1 per pertandingan sebesar Rp800rb. Kalau tim mencapai semifinal dan final, bayaran akan naik hingga Rp2jt.
Bukan hanya pemain Liga 1 saja yang turun derajat main di tarkam. Wasit berlisensi FIFA sekelas Thoriq Alkatiri saja turun ke lapangan memimpin pertandingan tarkam.Â
Wasit yang pernah mendapat predikat sebagai wasit terbaik Liga Indonesia ini mau memimpin tarkam untuk menjaga performa dan menjaga feeling memimpin di lapangan.
Entah kenapa turnamen tarkam menjamur selagi pandemi justru disaat Liga 1 vakum. Mabes Polri tidak mengeluarkan izin untuk Liga 1 tapi jajaran kepolisian dibawahnya mengeluarkan izin untuk tarkam di banyak daerah.
Mungkin karena tarkam berskala kecil (antar kecamatan, antar desa, antar kampung), sehingga kepolisian setempat menganggap tidak berisiko tinggi jadi ajang penyebaran corona, terutama jika wilayah itu masuk kategori zona kuning dan hijau.
Padahal sangat sulit mengatur supaya penonton dan pemain menerapkan protokol kesehatan. Mau tak mau penonton berkerumun dan berkumpul karena lapangan yang digunakan tidak memungkinkan mereka untuk duduk dan berdiri berjauhan.
Para pemain pun tidak mungkin menjalani tes usap terlalu sering karena butuh biaya.
Dengan demikian ada risiko besar kecamatan yang tadinya zona hijau berubah jadi merah dalam sekejap.
Di sisi lain turnamen tarkam saat pandemi ikut menolong pemain Liga 1 menambah pemasukan, menjaga kebugaran dan keterampilan, sekaligus mengusir kejenuhan karena vakumnya kompetisi
Tapi, apakah tarkam tetap akan menjamur, misal, PSSI tidak menghentikan Liga 1?Â
Mungkin tidak. Perhatian para pecinta bola, terutama suporter fanatik, sudah tertuju ke Liga 1 dan mereka tidak lagi mencari cara untuk meluapkan kerinduan terhadap olahraga paling populer di negeri +62 ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H