Sementara di daerah pertanian yang bukan sentra melon, dimana para petaninya mendiversifikasi lahan pertanian, melon ditanam sebagai salah satu cara mencari peruntungan.
"Ahh, siapa tahu pas panen nanti harganya bagus, siapa tahu tidak bertepatan dengan puncak membanjirnya mangga di pasar."
Jadi sifatnya memang untung-untungan. Kalau harga bagus jadi untung, kalau harganya terjun, ya, buntung.
Melon termasuk buah yang membutuhkan modal besar. Untuk menanam melon pada lahan seluas 4000 meter persegi saja perlu modal Rp7jt-Rp10jt, tapi kalau sudah panen si petani bisa mengantongi pendapatan kotor sampai Rp80jt jika harga melon ada di angka Rp7000rb/kg.
Pendapatan itu jelas jauh lebih tinggi dibanding kalau menanam padi yang hanya dapat Rp8jt saja dari modal Rp4jt, dengan luas lahan yang sama.
Soal mangga juga unik, menurut saya, karena petani di Jabar biasanya panen mangga lebih dulu, disusul Jateng lalu Jatim. Mangga panen dari Jatim inilah yang ada di pasaran pada Desember hingga Januari.
Saya cuplik dari kumparan.com, harga mangga di Ponorogo yang dijual ke Sleman, DIY, ternyata juga merosot.Â
Harga jual mangga di tingkat pedagang eceran anjlok. Selain karena panen raya, juga karena daya beli masyarakat turun. Apa lagi penyebabnya kalau bukan si virus Corona yang memporak-porandakan perekonomian dunia.
Sejak sebelum pandemi saja tidak semua keluarga memasukkan buah ke dalam anggaran belanjanya, apalagi sekarang. Orang lebih memilih membeli beras yang dapat disimpan lama dan mengenyangkan.
Menurut saya, kalau Anda punya handai taulan yang ekonominya terpuruk tapi tidak mau menerima bantuan uang, belikan saja buah-buahan. Buah itu bermanfaat karena bagian dari kebutuhan gizi empat sehat lima sempurna.
Siapa tahu setelah makan buah-buahan badannya segar lagi dan menemukan ide untuk memajukan lagi kehidupannya yang poranda akibat Corona.