Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Pekerja sektor informal. Juru ketik di emperbaca.com. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Delapan Bulan Pandemi dan Corona yang Masih Ilusi dan Konspirasi

7 November 2020   17:48 Diperbarui: 7 November 2020   17:59 941
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Empat hari lalu grup chatting orang tua di sekolah anak lelaki saya heboh karena adik kelas (diduga) ada yang kena virus corona. Maka itu wali kelas sementara menunda pengumpulan tugas ke sekolah dan hasil penilaian harian dikirim melalui foto saja.

Orang tua yang lain menanggapi kabar tersebut dengan mengatakan bahwa, menurut tetangganya, anak itu tidak kena Corona karena hasil rapid testnya negatif. Dia dan ibu serta kakek-neneknya diminta oleh rumah sakit untuk karantina mandiri karena ayahnya positif Covid.

Lalu ada orang tua yang menyahut bahwa Covid hanya ada di luar negeri, di Indonesia hanya ada Corona. Waduh!

Adanya percakapan itu membuktikan bahwa banyak orang yang belum tahu bahwa Corona adalah nama virus penyebab penyakit Covid-19. 

Meski tiap hari berita Corona dan Covid-19 berseliweran di TV dan media sosial tapi banyak orang masih bingung apa beda Corona dengan Covid. Masih tidak percaya pula kenapa harus pakai masker dan jaga jarak sementara di sekitar tidak ada orang yang kelihatan sedang sakit.

Kalau yang begitu saja masih banyak yang belum paham, apalagi soal rapid test, swab test dan PCR test, seperti salah satu orang tua tadi yang mengira hasil rapid test berupa positif dan negatif bukannya reaktif dan nonreaktif.

Selain masih banyak yang bingung soal Corona dan pencegahannya, ternyata masih mudah pula dijumpai orang yang menganggap Corona itu tidak ada.

Sabtu pagi suami saya belanja ke toko pertanian. Tidak seperti biasanya, kali ini si pemilik toko bercerita ini-itu dan diakhiri oleh pernyataan pamungkasnya yaitu, "Corona itu gak ada, itu cuma heboh pemerintah nakut-nakuti rakyat. Mana buktinya kalau Corona ada."

Lalu pada hari yang sama di grup sekolah anak perempuan saya ada orang tua yang mengusulkan bahwa sekolah harus dibuka kembali karena tempat wisata juga sudah buka.

"Mana mungkin tempat wisata dibuka sementara anak-anak tidak boleh sekolah. Kalau kita tidak takut Corona nanti Coronanya akan hilang sendiri," katanya. "Allah yang menciptakan Corona, Allah juga yang menghilangkannya."

Ada juga yang menimpali bahwa kita tidak boleh takut dengan Corona karena sama-sama ciptaan Allah. Allah tidak menyukai orang pemalas yang hanya di rumah terus. Hemm~.

Allah juga menciptakan HIV dan Ebola namun kedua virus masih ada sampai sekarang. Allah benar tidak menyukai pemalas, namun kalau untuk mencegah penularan diam di bukan berarti pemalas.

Apa tidak tahu sekarang ini ada istilah work from home, learning from home, online from home, and whatsoever.

Kalau banyak anggapan seperti di atas ada kemungkinan:

Satu, pemerintah, lewat gugus tugasnya di seluruh kabupaten dan kota, tidak maksimal menyosialisasikan hal-hal yang terkait penyakit Covid-19 dan pencegahannya. 

Tetapi, pada Maret-Juli 2020 ada tayangan update Corona di televisi setiap pukul 04.00 WIB yang dibawakan oleh Pak Ahmad Yurianto. 

Pun dari pemerintah daerah ada surat edaran yang dibagikan ke dusun-dusun. Poster tentang Corona dan Covid pun bertebaran di instansi pemerintah, pelayanan publik, bank, sekolah, sampai supermarket. 

Jadi bagaimana bisa dibilang tidak maksimal?!

Kedua, banyak orang Indonesia yang mengabaikan segala informasi tentang pandemi karena menganggap hal itu tidak mempengaruhi hidup mereka. Ada atau tidak ada Corona hidup mereka gitu-gitu aja.

Ketiga, sebagian orang punya keterbatasan terhadap akses informasi sehingga tidak dapat info memadai tentang pandemi yang sedang berlangsung.

Menurut hemat saya, sangat disayangkan kalau orang tua mengabaikan informasi soal Corona dan Covid-19, apalagi menganggapnya hanya konspirasi. Anak-anak dapat menjaga diri mereka sesuai protokol kesehatan kalau orang tuanya juga mematuhi protokol tersebut.

Anak-anak yang jenuh belajar dari rumah dapat dikuatkan kembali semangat belajarnya karena pandemi belum memungkinkan mereka kembali ke sekolah.

Bagaimana orang tua yang tidak terinformasi dengan baik soal Corona dan Covid-19 dapat menyuruh anak-anak mereka mematuhi protokol kesehatan? 

Padahal memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak dapat mencegah mereka tertular virus SARS-CoV-2.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun