Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Pekerja sektor informal. Juru ketik di emperbaca.com. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Pola Pikir dan Ketidaksiapan Orangtua bersama Kambing Hitam PJJ

31 Oktober 2020   10:40 Diperbarui: 1 November 2020   03:07 1174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Belajar di masa pandemi. (Diolah dari sumber: exploretransplant.org - Canva/yanahaudy)

Kontruksi berpikir yang "memasrahkan pendidikan anak pada sekolah" inilah yang membuat orang tua kalang-kabut ketika secara mendadak sekolah ditutup dan orang tua "dipaksa" jadi guru untuk anaknya.

Orang tua yang bijak selanjutnya akan lebih menghargai profesi guru karena menyadari betapa beratnya ternyata menjadi seorang pengajar. Menjelaskan proses terjadinya hujan dan mencari contoh huruf idgham bighunnah dalam surat Alquran ternyata tidak semudah menceritakan sinopsis drama Korea.

Dan orang tua yang keukeuh pada keyakinan bahwa "pendidikan adalah urusan sekolah" selanjutnya akan mencaci-maki guru, sekolah, PJJ, pemerintah, corona, kuota, sinyal, dan pulsa untuk menutupi kekagetan mereka bahwa mendidik anak dengan pengetahuan formal ternyata sangat sulit.

Tapi hal diatas tentu tidak berlaku bagi orang tua yang lebih dulu sudah menerapkan model home schooling untuk pendidikan anak-anak mereka.

Siswa-siswi yang stres karena karena pembelajaran jarak jauh (PJJ) ini, saya katakan, bukan stres karena bejibunnya tugas dari sekolah. Banyak dari mereka stres karena tekanan dari orang tua.

Orang tua ingin anak mengerjakan PR tepat waktu tapi tidak mau tahu apa materi PR apa yang diberikan kepada mereka.

Orang tua maunya anak melihat saja materi pembelajaran dari YouTube tapi tidak mau tahu video pembelajaran itu tentang apa. Kadang anak bosan dengan kondisi tidak bisa ke sekolah tapi mereka tidak punya tempat bercerita, hanya bisa chatting dengan teman. 

Kalau ada materi pembelajaran yang sulit, mereka tidak punya tempat bertanya, diskusi, atau sekedar untuk melepas unek-unek. Akibatnya anak jadi merasa sendirian menghadapi PJJ.

KPAI menyoroti kasus tiga siswa yang bunuh diri karena stres dengan pembelajaran jarak jauh. Mereka stres karena tugas yang banyak. Orang tua merekapun, diakui komisioner KPAI Retno Listyarti, juga tidak punya kemampuan untuk membimbing anak karena tidak mengerti materi pembelajarannya.

Tapi dari mana anak-anak itu punya pikiran untuk bunuh diri? Satu diantaranya bahkan baru berusia 8 tahun. Dari mana anak 8 tahun sudah punya pikiran untuk bunuh diri? 

Apakah di sekitar mereka sudah orang yang bunuh diri sehingga mereka "terinspirasi" dari sana? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun