Dimanapun di dunia tiada yang lebih kejam dari lidah, ehm, jempol netizen. Netizen di negeri Paman Sam sukses membuat saham Netflix turun 9,5% dalam lima hari.
Apa sebab?
Poster promosi "Cuties", film berbahasa Prancis berjudul asli Mignonnes yang menampilkan anak-anak dibawah umur berpose dan berpakaian seksi yang jadi penyebabnya.
Cuties menceritakan kisah Amy, anak 11 tahun beragama Islam yang mendapati ayahnya akan menikah lagi dengan istri kedua. Amy yang marah dan sakit hati mencari pelampiasan dengan ikut kelompok tari yang diberi nama "the Cuties".Â
The Cuties bermaksud mengikuti lomba dance dan akan tampil seatraktif mungkin untuk bisa menang, termasuk memakai kostum ala dancer dewasa.
Amy yang tanpa pengawasan, karena ibunya lebih sering menangis tersakiti oleh ayahnya yang selingkuh, pun sumpek dengan bibinya yang bawel memaksanya salat dan mengaji terus, mendorong Amy untuk mencari pengakuan di medsos. Dia menciptakan sendiri koreografi tari berdasarkan video striptease (tari telanjang) yang dia lihat di ponsel yang dia curi dari sepupunya.
Amy juga membuat beberapa berswafoto dengan filter yang membuat wajahnya terlihat lebih tua dari umur sebenarnya.
Amy yang lugu tidak tahu bahwa tarian yang dia lihat di video adalah tarian vulgar khusus dewasa dan ketika dia memamerkannya di pertunjukan saat sedang tampil bersama "the Cuties", sontak dia dijauhi teman-teman sekolahnya. Anggota "the Cuties" yang lain bahkan melarang Amy tampil lagi bersama mereka.
Disinilah sosok ibu yang mengasihi, menyayangi, dan melindungi anaknya muncul. Mariam, ibu Amy, tidak marah meski melihat anak perempuannya memakai baju minim, kontras dengan busana Mariam yang serba tertutup.
Di hari pernikahan suaminya, Mariam membolehkan Amy untuk tidak menghadirinya. Namun Mariam tetap hadir meski Amy memintanya untuk tinggal. Mariam beranggapan menerima suami yang berpoligami adalah salah satu kewajiban istri. Hemm~, itu karena Mariam miskin, kalau kaya dia pasti sudah minta cerai seperti Sarita Abdul Mukti.
Apa yang dialami Amy juga terjadi di sekitar kita. Remaja perempuan bisa berkebalikan perilakunya di medsos. Mereka tidak malu memposting kalimat-kalimat vulgar berkonotasi seks dan merendahkan diri sendiri. Padahal mereka berjilbab.Â
Banyak juga siswi-siswi SD, bahkan TK Â yang mahir meniru gerakan tari di TikTok. Kita yang dewasa malah tertawa karena menganggap mereka lucu meski yang mereka tirukan adalah gerakan penari ular yang sensual.
Cuties adalah film yang memenangkan Directing Award: World Cinema Dramatic di Festival Film Sundance 2020. Sundance adalah festival paling bergengsi di dunia bersama dengan Festival Film Cannes dan Toronto Film Festival. Jadi kualitas Cuties memang bukan kaleng-kaleng jual.
Tapi namanya netizen, tidak hanya di NKRI, sudah pasti maha benar. Walau Netflix sudah minta maaf dan menurunkan poster film Cuties, netizen tidak puas. Mereka membuat petisi di change.org yang menuntut Netflix menghapus Cuties dari platformnya.
Mereka juga membuat tanda pagar #CancelNetflix di medsos untuk lebih memaksa Netflix menghapus Cuties. Tagar #CancelNetflix berarti mereka (akan) membatalkan (cancel) langganan berbayar dari Netflix. Menurut theverge.com sudah ada lebih dari 600rb orang yang (akan) berhenti berlangganan Netflix.
Tahu apa yang lucu? Bloomberg.com dan time.com menulis bahwa para netizen (juga kritikus dan politikus) bahkan belum menonton filmnya.
Sebenarnya tiadalah asap tanpa api. Kesalahan kecil Netflix mengganti poster dari poster aslinya telah berakibat fatal dan merembet kemana-mana. Menurut theverge.com masalah ini rencananya bakal dibawa ke Kongres.
Kenapa Cuties dicaci dan Netflix dibully?
Pertama, ya karena posternya. Poster promosi yang dibuat Netflix dianggap sebagai "pedophilia soft-porn". Bahasa lainnya, memanjakan para pedofil untuk leluasa menikmati kemolekan para anak perempuan di film itu.
Kedua, isi film dianggap menjual sensualitas dan seksualitas anak-anak sebagai bahan hiburan. Maka ketika film itu tayang di Netflix pada 9 September 2020 makin kencanglah caci-maki ditujukan untuk Cuties dan. Netflix.
Padahal di negara asalnya Prancis, Cuties dapat tanggapan positif.
Sang sutradara, Maimouna Doucoure, mengatakan bahwa ide film Cuties diambil saat dia mengikuti pertemuan lingkungan di Paris. Dia melihat sekelompok anak kecil, yang lalu dia ketahui berusia 11 tahun, menari diatas panggung dengan gerakan ala dancer dewasa. Maimouna terkesima sekaligus risih.
Dia lantas melakukan riset selama 1,5 tahun untuk mengobrol dengan ratusan anak perempuan tentang pendapat mereka terhadap seksualitas di medsos.
Maimouna juga mengatakan bahwa film itu, "Untuk membuka mata semua orang bahwa hiperseksualitas anak terjadi di media sosial dan film ini mengajak kita semua untuk memperbaikinya," katanya seperti yang ditulis variety.com.
Maimouna benar, lihat saja di acara pencarian bakat America's Got Talent, banyak penari cilik menari dengan pakaian minim dan gerakan meniru orang dewasa, tapi kenapa tidak diprotes ya.
Untung saja film Cuties tidak ada di platform Netflix Indonesia, kalau ada bisa-bisa ormas Islam yang imamnya sedang di Arab itu menggeruduk Jokowi di istana negara dan berorasi, "Film kafir! Apa-apaan muslimah jogat-joget pakai baju seksi. Turki saja melarang film itu!"
Kira-kira begitu. Turki memang melarang Cuties di platform Netflix negaranya karena alasan eksploitasi seksual anak-anak.Â
Seksualitas sendiri mengandung aspek yang tidak hanya mengenai seks. Didalam seksualitas ada konsep diri dan aktualisasi diri berupa ekspresi, emosi, cinta, sayang, dan keintiman, juga terkait dengan pandangan, nilai, identitas seksual dan gender yang terkait dengan orientasi seksual.
Soal baju seksi, siapa di negara berpenduduk muslim terbesar di dunia ini yang tak kenal Blackpink? Jangankan yang dewasa, siswi-siswi SD pun menggemari mereka karena lagu, tarian, dan paras para personilnya yang aduhai.
Jisoo, Lisa, Rose, dan Jennie dalam aksi panggung dan video musiknya selalu mengenakan baju dengan ketiak merajalela, belahan dada rendah, hot pants sampai pangkal paha, dan perut terbuka. Dan ditonton oleh anak-anak kecil yang kesehariannya berseragam jilbab, didukung oleh ibu mereka yang juga berjilbab.Â
Kebanyakan ibu-ibu menggemari drama Korea jadi malah senang jika anak mereka menonton Blackpink, artinya anak mereka tidak kuper dan mengikuti zaman.
Padahal kalau dilihat dari kacamata baju tertutup dan jilbab, mestilah mereka mendengarkan murotal dan sholawat serta mendengar qosidahan saja, bukan K-Pop. Minimal menggemari tarian tradisional Indonesia atau gamelan bagi yang tinggal di Jawa.
Tapi itulah dunia, apa yang tampak di depan tidak selalu sama dengan yang nyata di belakang.
Satu lagi, para lelaki, pikirkan masak-masak jika ingin menikah lagi karena anak-anak dari ayah yang berpoligami sama menderitanya dengan anak dari orang tua yang bercerai
Ohh, dan Netflix kabarnya tidak akan menghapus Cuties dari platformnya di Amerika karena film itu merupakan pemenang penghargaan dan punya cerita yang kuat tentang tekanan yang dialami para gadis belia di media sosial, begitu pihak Netflix mengatakan pada chicagotribune.com.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI