Sudah bertahun-tahun banyak orang yang menginginkan supaya kolom agama di Kartu Tanda Penduduk (KTP) dihapus karena agama adalah hal pribadi yang tidak patut dicampuri negara.Â
Tapi menurut saya kolom pekerjaanlah yang semestinya dihapus atau minimal dipermudah jika WNI ingin mengganti data pekerjaannya di KTP-el. Alasannya:
Pertama, sudah banyak jenis pekerjaan baru yang pada zaman Pak Harto belum terpikirkan akan muncul di era digital ini seperti YouTuber, selebgram, influencer, dan buzzer (hemm~).
Kedua, orang zaman sekarang mudah berganti pekerjaan dan lebih mengutamakan hasrat menyalurkan ide dan kreativitas ketimbang mencari gaji bulanan, tunjangan, dan fasilitas kantoran. Tahun ini jadi karyawan swasta, tahun depan bisa saja jadi petani. Lalu tahun berikutnya jadi anggota DPR RI.
Untuk apa data pekerjaan yang bukan urusan prinsip dan keyakinan hidup saja dipersulit? Jawabannya ada di bagian bawah tulisan ini. Silahkan langsung lanjut ke bawah jika ingin cepat menuntaskan tulisan ini.
Sementara itu kolom agama, pendapat saya, masih diperlukan karena bagian dari identitas seseorang ketika akan menikah.
Meskipun UU No 1 /1974 tentang Perkawinan (diperbarui oleh UU No 16/2019) tidak mengatur secara khusus soal pernikahan beda agama, namun di situ tercantum sahnya perkawinan dilakukan sesuai agama dan kepercayaan masing-masing (pasal 2 ayat 1 UU Perkawinan).Â
Ini bisa ditafsirkan bahwa UU Perkawinan menyerahkan sah tidaknya kepada ajaran agama masing-masing calon pengantin. Jika pernikahan akan dilaksanakan secara Islam maka kedua calon pengantin harus sama-sama beragama Islam.
Sama tidaknya agama kedua calon pengantin diketahui dari KTP.
Kemudian, jika ingin kembali kepada Pancasila, sila pertama darinya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, artinya bangsa Indonesia mengakui ada Tuhan. Tuhan diejawantahkan dalam enam agama resmi dan berbagai aliran kepercayaan yang diakui negara.