Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Penulis - Ghostwriter

Juru ketik di emperbaca.com. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022. Peduli pendidikan dan parenting

Selanjutnya

Tutup

Gadget Artikel Utama

Android TV, Apple TV, dan Senjakala Siaran Televisi Konvensional

24 Agustus 2020   14:16 Diperbarui: 25 Agustus 2020   21:30 2602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi tv digital. (sumber: ZDNet.com via kompas.com)

Survei Nielsen Indonesia yang rilis pada Mei 2020 menunjukkan bahwa penonton televisi dari kelas atas meningkat 14% dari periode normal. 

Nielsen menyebut kenaikan terjadi sejak 14 Maret 2020 saat implementasi WFH dan PSBB. Siaran berita Covid-19 dan acara anak-anak berkontribusi terhadap kenaikan jumlah pemirsa di kelas atas.

Kabar bagus, bukan? Bagus sekali karena naiknya pemirsa berarti naik juga frekuensi iklan di televisi. Banyaknya iklan membuat nafas stasiun TV makin panjang? 

Bagi televisi free to air seperti Indosiar, KompasTV, SCTV dkk, iklan adalah sumber pendapatan utama TV. Makin panjang nafas TV berarti penggemar sinetron azab dan berita dapat menyaksikan siaran itu lebih lama di tahun-tahun mendatang.

Tetapi, para pemasang iklan di zaman internet ini sudah tidak mengandalkan TV sebagai media utama menjual barang dan jasa karena lebih menggiurkan memasang iklan media sosial dan kanal digital dimana penggunanya terus bertambah.

Survei yang dilakukan Mobile Market Association (MMA) Indonesia pada akhir Maret 2020 lalu membuktikan kecenderungan masyarakat menonton YouTube masih lebih tinggi dibanding akses ke TV. Dan sebanyak 48% perusahaan berencana menaikkan anggaran iklan ke media digital.

Karena itu sekarang, selain siaran berita, tayangan televisi sekarang hanya menghadirkan hiburan haha-hihi, gosip, dan sinetron bombastis. Sering pula menayangkan acara yang diambil dari TikTok, Instagram, dan Youtube.

Kenapa begitu? Karena televisi perlu menekan biaya produksi semurah mungkin dengan tayangan yang sepopuler mungkin. Tayangan yang ringan, populer, dan tidak berat disukai mayoritas masyarakat Indonesia. Kalau disukai berarti rating naik dan pemasang iklan mau pasang slot di stasiun TV tersebut.

Berkaca pada Net TV, konten di Net TV tertolong mendidik dan berkualitas (artinya tidak asal acara haha-hihi) namun justru Net TV tidak kebagian kue iklan karena tayangannya tidak ditonton banyak orang. 

Tayangan Net menyasar kalangan menengah atas sementara (sebelum Covid-19) kalangan ini sudah jarang nonton televisi. 

Tanpa iklan seberapalah kuat sebuah televisi bertahan sekalipun pendirinya seorang visioner seperti Wishnutama.

Gambar: Canva/yanahaudy0
Gambar: Canva/yanahaudy0

Beban televisi untuk bertahan bertambah berat. Selain harus menghadapi persaingan antar stasiun free to air, media digital, dan medsos, juga datangnya tamu baru seperangkat alat salat, eh, perangkat digital bernama Android TV dan Apple TV.

Android TV sebenarnya bukan tamu baru, dia sudah hadir di 2013, namun televisi pintar (Smart TV) yang menggunakan OS (operating system) Android makin banyak. Apalagi di Android TV sudah terpasang Play Store. 

Kita bisa mengunduh semua aplikasi dalam Play Store untuk ditonton dan dimainkan dalam televisi menggunakan game pad atau joystick.

Apakah Android TV sama dengan smartphone Android?

Sama, hanya saja Android TV adalah OS yang terpasang di televisi pintar, bahasa kerennya Smart TV (bukan televisi tabung, LCD, dan LED biasa). Juga tidak semua Smart TV ber-OS Android. Ada Smart TV yang menggunakan OS Firefox, WebOS, dan Tizen. 

Kenapa Smart TV harus pakai OS? 

Karena Smart TV selain untuk menonton TV biasa juga dirancang untuk terhubung ke internet guna menonton YouTube, streaming film, main game, dan menikmati layanan digital lain. Smart TV ber-OS Android dianggap lebih unggul karena punya fitur serupa smartphone Android dengan Play Storenya.

Bagaimana jika televisi kami bukan Smart TV tapi ingin juga menikmati fungsi seperti Smart TV? Gunakan saja Android TV Box.

Android TV Box memiliki fungsi seperti set top box (STB) yang biasa kita gunakan kalau berlangganan TV Kabel. Saat ini sudah tersedia Android TV Stick dengan ukuran serupa flashdrive.

Apakah hanya pengguna smartphone Android yang dimanjakan? Tidak, Ferguso.

Para Apple fan bisa menggunakan Apple TV. Sebenarnya Apple TV dirilis pada 2007 namun baru resmi dijual di Indonesia pada 2019.

Sesuai namanya Apple TV adalah perangkat digital media receiver keluaran Apple Inc (seperti Android TV Box) untuk menjalankan data digital termasuk menghubungkan televisi ke internet.

Jika Android TV terhubung ke Play Store, maka Apple TV terhubung ke iTunes dan terintegrasi dengan iPhone, iPad, Mac, dan semua gawai buatan Apple yang sudah terinstall aplikasi Apple TV. 

Tapi tidak semua televisi dapat menjalankan fitur Apple TV terutama TV tabung dan TV yang sudah rusak. Televisi Anda harus keluaran tahun 2018 keatas dan berkemampuan Airplay 2 untuk dapat menginstall aplikasi Apple TV dan menghubungkannya ke perangkat Apple TV.

Pada November 2019, Apple TV meluncurkan layanan streaming video on-demand bernama Apple TV+ (Apple TV Plus) yang selain menyediakan film dan serial juga memproduksi tayangannya sendiri, seperti Netflix.

Harga Apple TV 4K 64GB garansi resmi bervariasi antara 2,8jt sampai 3,5jt rupiah. Ini bukan iklan, hanya melengkapi informasi. Siapalah saya menulis artikel pakai dibayar segala.

Dahulu suratkabar diramalkan oleh Bill Gates akan mati pada tahun 2000 karena kehadiran internet. Prediksinya tidak tepat namun juga tidak keliru. 

Di awal 2000-an banyak suratkabar memang sudah kembang-kempis, memasuki 2010 banyak yang mati, dan di 2020 hanya suratkabar grup besar yang masih bertahan (Kompas dan Jawa Pos), grup lainnya sudah fokus ke berita online dan digital, meninggalkan versi cetak.

Stasiun televisi masih punya harapan. Meski diujung senjakala, masyarakat Indonesia masih banyak yang memerlukan TV untuk hiburan melepas penat. Apalagi jika stasiun TV masih menayangkan siaran langsung sepakbola liga dunia dan kontes dangdut, bolehlah bernafas agak lega karena pengiklan masih sudi membeli slot. 

Mungkin seperti suratkabar, kelak hanya televisi yang dimiliki konglomerasi saja yang bertahan, atau televisi lokal yang biasanya bekerjasama dengan pemerintah daerah.

Kita lihat apa yang terjadi selanjutnya di dunia pertelevisian lima tahun mendatang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun