Suka main TikTok? Teruskan, siapa tahu Anda bisa dapat penghasilan dari TikTok, bukan sekedar jogat-joget kala gabut.
Saya kutip dari The Verge, TikTok mengumumkan bahwa mereka telah memilih 19 TikToker (sebutan untuk pengguna aplikasi TikTok) gelombang pertama yang akan menerima total US$200 juta atau Rp2,9 triliun.
Bayaran ini menjadi bayaran pertama yang diberikan oleh TikTok. Selama ini TikToker dapat pemasukan dari live streaming atau kerjasama dengan brand tertentu. Sama seperti Instagram.
Mungkin memang sudah waktunya TikTok bagi-bagi "rezeki" karena pada Juni 2020, TikTok menjadi aplikasi non-gaming yang paling banyak diunduh di App Store dan Play Store. Artinya aplikasi ini super populer dimata penduduk bumi.
Namun sayang 19 TikToker gelombang pertama itu semuanya berasal dari negeri Paman Sam. TikToker dari negara lain harus menunggu beberapa saat sampai TikTok mengumpulkan lebih banyak uang untuk diberikan kepada pengguna dari seluruh dunia.
Didahulukannya TikToker dari Amerika karena urgensitas TikTok di negara itu. Diketahui bahwa ada dua opsi untuk TikTok, bersedia dibeli oleh perusahaan Amerika (oleh Microsoft) atau dilarang beroperasi di negara itu.
Sampai saat ini, menurut wallaroomedia.com, ada 80 juta pengguna aktif TikTok di Amerika Serikat dan aplikasi itu telah di download lebih dari 175 juta kali. Sayang bagi TikTok jika sampai kehilangan pasar di AS karena pengguna terbesar TikTok, India, sudah lebih dulu memblokir aplikasi jejaring sosial berbagi video pendek tersebut.
Di Republik Indonesia sendiri jumlah penggunanya ada di peringkat ke-4 terbesar setelah India, AS, dan Brasil. Karena ada di posisi empat mungkin saja para TikToker populer Indonesia tak lama lagi dapat mendulang rupiah darinya.
Karena yang dibayar baru TikToker dari AS, maka sementara ini TikTok menerima pendaftaran untuk masuk dalam "TikToker yang dibayar" hanya dari negara tersebut.
Adapun syarat untuk dapat mengajukan permohonan yaitu berusia 18 tahun keatas, jumlah followers minimal 10ribu, punya 10ribu views dalam 30 hari terakhir, dan video yang dibuat harus orisinil dan tidak melanggar pedoman komunitas TikTok.
Sebagai pembanding, YouTube mensyaratkan subscribers minimal 1000 dan telah ditonton selama 4000 jam dalam 12 bulan terakhir. Tanpa batasan usia minimum.
Karena sama-sama berbasis video, TikTok yang membayar penggunanya ini bisa jadi pesaing berat YouTube.Â
Meski demikian para Youtuber tajir berangkat dari video mereka yang lebih orisinil dan variatif ketimbang content creator TikTok yang bermula dari lipsync dan menirukan tarian yang sudah lebih dulu populer.Â
Tapi besar kemungkinan lama-lama pembuat konten TikTok bisa sevariatif dan sekreatif YouTuber karena kini banyak YouTuber merangkap juga sebagai TikToker.
Suka atau tidak, besarnya pengguna TikTok di Indonesia menambah panjang bukti bahwa orang lebih suka menonton dan membuat video daripada membaca dan menulis. Tetapi jumlah penulis tidak pernah berkurang karena jumlah pembaca juga tidak berkurang meski memang susah bertambah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H