Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Pekerja sektor informal. Juru ketik di emperbaca.com. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

"Semua Sudah Buka Lagi Kok Sekolah Belum?!"

1 Agustus 2020   21:50 Diperbarui: 1 Agustus 2020   22:17 1148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Survei yang diumumkan Cyrus Network pada 27 Juli lalu membuktikan bahwa total 80% responden setuju sekolah dibuka kembali. Responden yang disurvei secara tersirat juga lebih setuju kalau sekolah lebih penting untuk dibuka daripada tempat wisata.

Ya, banyak pertanyaan mengapa mal, tempat wisata, dan ruang publik sudah dibuka tapi sekolah tidak?

Pihak yang sangat ingin sekolah kembali buka kemungkinan besar adalah orang tua, diikuti siswa-siswi terutama di tingkat SMA.

Pembelajaran jarak jauh (PJJ) serupa tapi tak sama dengan homeschooling.  Sama-sama di rumah dengan kurikulum nasional tapi metode dan waktu belajar homeschooling fleksibel karena mengikuti minat anak dan kemampuan orang tua. 

Sedangkan pada pembelajaran jarak jauh siswa dan orang tua harus berkejaran menyelesaikan berbagai tugas dari sekolah. Sekolahpun harus gerak cepat untuk menyelesaikan target materi sesuai kurikulum.

Beban lebih besar ada pada sekolah-sekolah berstatus Sekolah Standar Nasional (SSN) karena selain dapat "target" untuk menyelesaikan materi, mereka juga harus menjaga kualitas sekolah walau para siswanya belajar dari rumah. Selama sekolah tutup karena wabah, beban sekolah juga menjadi beban orang tua dan siswa.

Pada pembelajaran jarak jauh di wilayah bersinyal internet memadai ada kewajiban anak absen dengan cara berfoto pakai seragam setiap pagi. PR dan penilaian (ulangan) harian juga harus "dikumpulkan" pada jam tertentu.

Kalau dalam satu rumah ada 2-3 anak sekolah bisa jadi tiap pagi ada drama mulai dari membangunkan anak untuk berfoto, mengumpulkan materi pelajaran, mengirim foto dan video tugas, sampai membujuk anak yang inginnya main terus daripada belajar.

Karena yang demikian terjadi setiap hari selama berbulan-bulan maka kejenuhan dan kelelahan hampir tidak bisa ditolerir lagi oleh orang-orang yang tercebur dalam urusan PJJ.

Andai Kemdikbud sejak awal mengeluarkan kurikulum darurat seperti yang sudah dilakukan Kemenag untuk madrasah, mungkin guru, orang tua, dan siswa tidak sepayah sekarang dalam mengejawantahkan pembelajaran jarak jauh

Mengapa lama sekali bagi Kemdikbud menyusun kurikulum darurat?

Kemungkinan pertama,
Kemdikbud tidak ingin kurikulum darurat merusak kurikulum yang sudah ada (Kurikulum 2013/K13) yang membuat para guru kesulitan menerapkannya. Meski sudah ada K13 pun masih banyak sekolah yang memakai kurikulum 2006 (disebut juga Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau KTSP 2006). 

Jadi Kemdikbud harus membuat formula kurikulum darurat yang tidak melenceng dari K13 dan KTSP 2006 namun sesuai dengan kondisi pandemi.

Kedua,
kompetensi guru dan kemampuan akademis siswa di tiap sekolah dan tiap wilayah tidak sama. Kemdikbud harus memikirkan bagaimana supaya penerapan kurikulum darurat menjangkau dan bermanfaat bagi peserta didik dan guru yang ada di pedesaan dan pelosok.

Sampai hari ini Sekjen Kemdikbud Ainun Naim menyampaikan bahwa kurikulum darurat masih dalam proses menuju final dan Badan Penelitian dan Pengembangan Perbukuan kemdikbud juga sedang ngebut menyelesaikannya.

Dorongan dan desakan untuk membuka kembali sekolah juga makin mengemuka karena banyaknya sangkaan bahwa guru hanya makan gaji buta, terutama ditujukan untuk guru-guru sekolah swasta. Padahal banyak juga sekolah swasta yang misqueen dan kembang-kempis.

Aktris Andi Soraya, pada wawancara di televisi, sempat menolak untuk meneruskan membayar uang sekolah anaknya selama wabah masih ada. Dia bahkan mempertimbangkan untuk mengeluarkan anak dari sekolah dan memasukkan kembali saat pendemi berlalu.

Mungkin karena desakan datang bertubi-tubi, pemerintah berencana membuka sekolah di daerah berzona kuning dan hijau. Hal ini sudah diamini oleh Doni Monardo. Beliau meminta masyarakat menunggu pengumuman dan keputusan resmi yang dalam waktu dekat akan dikeluarkan oleh Kemdikbud.

Sebelum ngebet ingin sekolah kembali buka, baiknya diketahui dahulu, ilmu pengetahuan, pendidikan karakter, dan life skills bisa didapat tidak hanya dari sekolah formal.

Buktinya anak-anak homeschooling atau Kejar Paket (A, B, dan C) bisa meneruskan ke perguruan tinggi negeri top lalu menjadi manusia hebat. Lulusan Kejar Paket C tersohor adalah Susi Pudjiastuti, founder Susi Air dan mantan menteri kelautan dan perikanan.

Berarti belajar tidak mesti di sekolah, bukan?! Hemm~

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun