Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Pekerja sektor informal. Juru ketik di emperbaca.com. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Agar Belajar Online Tidak Lagi Jadi Kambing Hitam Borosnya Pulsa dan Kuota

26 Juli 2020   15:10 Diperbarui: 26 Juli 2020   15:07 578
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Tidak boros gimana, wong tadinya sebulan isi kuota cuma Rp100rb, sejak belajar online jadi Rp200rb.

Benar sih, bukan belajar onlinenya yang bikin boros, tapi karena di rumah terus, anak-anak jadi lebih sering main game (yang juga online seperti Free Fire, Mobile Legend, Minecraft, atau Roblox), menggunakan Tiktok, dan nonton YouTube. Belum lagi bapak-ibunya juga makin sering online entah untuk nonton Drakor atau Zoom untuk pekerjaan.

Belajar online paling lama 3-4 jam saja. Atau dibagi dua, pagi 2 jam siang 2 jam. Itupun tidak full online karena ada guru yang memberikan video atau tautan pembelajaran dari Youtube untuk dipelajari. Sejam kemudian baru diberikan tugas lalu dikumpulkan satu jam berikutnya.

Video yang dikirim guru dari WhatsApp tidak makan kuota karena setelah di-download sudah tersimpan di ponsel. Video dari YouTube juga lebih baik didownload lebih dulu sebelum ditonton berulang-ulang, apalagi YouTube Go punya fitur data saver untuk menghemat kuota.

Jika ada video tugas yang harus dikirim, ukuran video bisa dikecilkan lebih dulu. Video awal berukuran 100MB berdurasi 1 menit bisa di-compress menjadi hanya 9MB saja dengan waktu pengompresan tidak lebih dari 3 menit. Jadi kuota yang dibutuhkan untuk mengirim 1 video hanya 9MB.

Duh, mengompres video bisa makan waktu, tidak sempat. Saya kan banyak urusan tidak hanya mengurus belajar online. Ya kalau mau tidak boros harus mau usaha sedikit supaya pengeluaran untuk kuota bisa dikendalikan.

Saya pernah lihat di televisi ada orang tua yang mengatakan anaknya belajar online setiap hari dari pukul 06.15 sampai 13.00. Kalau sesekali mungkin saja tapi kalau tiap hari saya meragukannya. Seorang guru tidak hanya mengajar online, dia juga harus menyiapkan materi pembelajaran, kadang harus hadir di sekolah, baik untuk piket atau hal lain.

Orang dewasa, apalagi anak dan remaja, tidak akan tahan berada dalam kondisi online terus-menerus di depan komputer/laptop/ponsel selama berjam-jam.

Anak-anak SD yang sudah melakukan Zoom atau Google Classroom biasanya sudah lelah dan bosan untuk melakukan yang ke-2 kali setelahnya.

Pun yang SMP dan SMA, banyak orang tua bilang anak mereka langsung tidur lagi selepas berfoto untuk absen di pagi hari.

Semua orang tua yang sejak sebelum pandemi sudah rutin membeli pulsa dan kuota data untuk ponselnya dan ponsel anaknya, sebaiknya kini tak perlu teriak lagi, "Belajar online boros kuota, boros pulsa."

Sebab banyak alternatif pembelajaran yang disediakan sekolah (dan pemerintah) tanpa menghabiskan belasan gigabytes kuota perbulannya. Ada siaran belajar di TVRI, YouTube, video dan dokumen kiriman guru, buku cetak, LKS, bahkan dari siaran radio.

Lain halnya dengan mereka yang sebelum ada Covid-19 memang tidak menjadikan pulsa dan kuota sebagai kebutuhan primer. Kalau ada uang beli kalau tidak ada ya tidak beli. Orang tua dari ekonomi lemah ini yang lebih merasakan borosnya pulsa dan sulitnya anak mereka belajar tanpa smartphone daripada mereka yang sejak lama sudah memasukkan pulsa dan kuota ke dalam pengeluaran rutin.

Teriakan boros kuota juga wajar disampaikan oleh mahasiswa. Mereka terjadwal mengikuti streaming atau kuliah audio 2-3 kali sehari dan selalu butuh internet untuk menunjang kuliahnya. Masuk akal kalau mereka mengeluh bengkaknya biaya kuota data.

Selain soal kuota, banyak orang tua yang membeli ponsel khusus untuk anaknya belajar online. Pembelian ini juga menuai keluhan karena pengeluaran jadi boros.

Saya hanya menggunakan satu ponsel untuk digunakan dua anak saya menerima materi, merekam foto-video tugas-tugas mereka ke banyak guru, dan menerima info di grup paguyuban orang tua. Saya gunakan ponsel yang sama untuk bekerja. Menerima dan mengirim email, menerima revisi dari editor, mengedit tulisan, dan kadang rapat dengan editor dan layouter.

Kalau ada jadwal yang tabrakan antar anak atau dengan pekerjaan saya barulah saya menggunakan laptop, pinjam ponsel suami, menggunakan tablet, atau menyalakan komputer untuk menyelesaikan semua urusan bersamaan.

Jadi menggunakan satu ponsel untuk banyak urusan bisa saja, justru menurut saya lebih praktis.

Manusia bisa melakukan apapun kalau dia mau. Termasuk mengatur bagaimana pemakaian kuota pada ponsel terutama untuk pembelajaran jarak jauh anak yang lebih penting dari menonton Lee Min Ho atau Song Hye Kyo berakting di sinema Korea. Ups. I am sorry.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun