Cara mengikuti pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang tidak perlu pulsa, sinyal, dan anti-boros kuota adalah dengan mendengarkan siaran radio.
Bukan radio yang memutar musik-musik asyik, tapi ibu dan bapak guru yang siaran sambil mengajar. Hemm~.
Radio komunitas Sragi di Pekalongan, Jateng, menginisiasi pembelajaran lewat radio karena kenyataan sulitnya menerapkan pembelajaran online di lingkungan sana. Mereka menamakannya Kejar Rakom alias Kelas Mengajar melalui Radio Komunitas.
Radio komunitas adalah radio yang dimiliki, dikelola, diperuntukkan, diinisiatifkan dan didirikan oleh sebuah komunitas.
Salah satu rekan kerja saya di penerbitan pers dahulu yang juga mengelola radio komunitas di Parung, Bogor, pernah mengatakan bahwa radio komunitasnya sering "dibayar" dengan setandan pisang, berkilo-kilo mangga, atau sekarung beras sebagai tanda terima kasih dari warga yang tanahnya laku terjual, rumahnya berhasil dapat penyewa, atau dari muda-mudi yang saling berkirim salam.
Kenapa warga tidak disuruh memberi tanda terima kasih pakai duit?
Selain warganya memang tidak punya duit, menurut UU No.32/2002 tentang Penyiaran, radio komunitas dilarang mengkomersialkan siarannya, Â menyiarkan iklan komersil, dan hanya boleh menyiarkan iklan layanan masyarakat.
Saat saya menjadi panitia di konferensi Radio Komunitas Eropa (AMARC), radio-radio komunitas di sana juga mengungkapkan selain soal izin dan pendanaan, mereka juga dipandang sebelah mata oleh banyak pihak terutama jika membicarakan isu-isu sosial kemasyarakatan.
Tapi disini Rakom Sragi menjadi pelopor bagi radio komunitas lain untuk menjalankan fungsinya dalam mendidik dan memajukan masyarakat dalam mencapai kesejahteraan, dengan melaksanakan program acara yang meliputi budaya, pendidikan, dan informasi yang menggambarkan identitas bangsa (berdasarkan Pasal 1 Ayat 2 UU No.32/2002).
Maka mulai tahun ajaran baru 2020/2021 ini, setiap hari bapak dan ibu guru dari SDN Tegalontar bergantian siaran dari pagi sampai sore dengan durasi 30 menit. Selain siaran langsung, radio juga menyiarkan siaran tunda dan siaran ulang untuk mengakomodir murid-murid yang tidak sempat belajar pada saat siaran langsung.
Pada awalnya para guru ini grogi berbicara di depan mikrofon tapi lama-lama mereka menikmati menjadi penyiar yang membawakan materi pelajaran.