Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Juru ketik di emperbaca.com. Penulis generalis. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Akankah Sistem Zonasi Menghilangkan Status Sekolah Standar Nasional?

17 Juli 2020   17:58 Diperbarui: 18 Juli 2020   03:29 1700
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dan sudah pasti tidak akan ada lagi sekolah SSN unggulan karena anak-anak pandai tidak lagi tumplek di satu sekolah.

Salah satu syarat khusus agar sekolah menyandang status SSN adalah kegiatan ekstrakurikulernya mengalami peningkatan. 

Honor pelatih atau guru ekstrakurikuler biasanya berasal dari iuran orang tua. Kalau dalam satu sekolah SSN tidak banyak orang tua yang mampu bayar iuran, maka ekstrakurikuler akan dikurangi bahkan ditiadakan. 

Ekstrakurikuler yang hanya 1-2 bisa berimbas pada penurunan kualitas sekolah karena tidak bisa memenuhi Standar Nasional Pendidikan.

Pemerataan pendidikan dan kemudahan akses siswa bersekolah dimanapun yang jadi dasar sistem zonasi, akan makan waktu sangat lama untuk berhasil dan mungkin tidak efektif karena sarana dan prasarana tiap sekolah di tiap daerah tidak sama.

Tiap anak dan orang tua akan menginginkan sekolah yang sudah jadi unggulan karena fasilitas dan guru-gurunya lebih bagus daripada sekolah yang biasa-biasa saja.

Alih-alih "menyebar" anak-anak pandai dan guru-guru kompeten ke banyak sekolah, bisa jadi malah membuat anak-anak pandai tidak terwadahi bakat akademisnya untuk belajar di sekolah negeri yang sesuai.

Padahal meratakan kualitas pendidikan sangat mungkin dilakukan dengan cara mendongkrak sekolah yang mutunya rendah (kurang guru, kurang buku, bangunannya rusak) menjadi sekolah yang sesuai Standar Nasional Pendidikan. 

Sehingga sekolah yang minus bisa jadi plus sekaligus tidak merusak sekolah SSN dan SSN unggulan yang kualitasnya sudah dibangun belasan bahkan puluhan tahun. Kesenjangan antara sekolah negeri di kota dengan di desa juga bisa berkurang, bahkan mungkin tiada lagi.

Yang utama harus diperhatikan adalah kompetensi guru. Para guru di desa-desa bisa saja disekolahkan ke perguruan tinggi, atau diberi pelatihan dan workshop, juga membuat link agar guru kota dan desa terhubung dengan membentuk grup diskusi.

Para guru honorer juga diangkat saja jadi ASN karena, menurut PGRI, sampai 2019 Indonesia masih kekurangan 1,1 juta guru. Tak apa, menurut saya, mengangkat mereka jadi ASN karena memang kita sedang krisis guru. Tentu mengangkatnya tidak saat sedang wabah seperti sekarang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun