Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Penulis - Ghostwriter

Juru ketik di emperbaca.com. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022. Peduli pendidikan dan parenting

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kerusuhan Mei 1998, Bersyukur karena Sekolah Pulang Lebih Cepat

13 Mei 2020   19:42 Diperbarui: 14 Mei 2020   13:44 2149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada 12 Mei 1998 saat Tragedi Trisakti meletus saya masih kelas dua di SMU swasta (waktu itu namanya memang SMU bukan SMA) kepunyaan Deplu (sekarang Kemlu) di Cilandak, Jakarta Selatan. 

Saat pelajaran Sosiologi, Pak Irian Pribadi yang mengajar di kelas mengatakan bahwa sejak minggu lalu ada demonstrasi mahasiswa di Jogya menuntut harga-harga diturunkan karena krisis moneter.

Pak Irian termasuk guru favorit saya karena sering menceritakan masalah-masalah sosial dan ketimpangan di masyarakat, juga bagaimana orang miskin sering jadi tambah miskin karena dipaksa miskin (karena beliau mengajar Sosiologi, mungkin).

Ternyata sore harinya, saya ketahui dari siaran berita televisi, telah terjadi penembakan terhadap mahasiswa Trisakti.

Esok harinya, 13 Mei 1998, sebelum pelajaran pertama dimulai, guru di kelas meminta kami berdoa untuk almarhum Elang Mulia Lesmana, salah satu mahasiswa Trisakti yang kena tembak pada 12 Mei 1998). Baru saya ketahui bahwa Elang adalah alumni sekolah kami yang lulus tahun 1996. 

Menurut kabar burung, pacar Elang saat itu juga masih sekolah di kelas tiga sekolah kami. Pacar Elang salah satu siswi populer karena cantik, putih, kaya, dan pernah tinggal di luar negeri (sebenarnya ini tidak istimewa karena banyak siswa di sekolah kami memang lahir-besar di luar negeri).

Sepulang sekolah beberapa siswa kelas tiga didampingi dua orang guru lalu melayat ke rumah duka Elang di Ciputat. Saya sempat melihat wajah kakak kelas saya yang diduga pacar Elang di televisi saat sedang berada di rumah duka.

Lalu pada keesokan harinya, 14 Mei hari Kamis itu sekolah berjalan seperti biasa. Namun pada pukul 09.30, Pak Jarot Supriadi, guru olahraga kami (sekarang menjadi pelatih kiper Persiba Balikpapan) memberitahu kepala sekolah bahwa di Ciputat ada kerusuhan. 

Beliau diberitahu lewat penyeranta (tentang penyeranta bisa dibaca disini) oleh istrinya bahwa ada massa bergerombol membawa kayu panjang dan mulai bakar-bakar ban. 

Banyak siswa sekolah kami bertempat tinggal di Ciputat dan Pamulang (sekarang jadi bagian dari Kota Tangerang Selatan, Banten), jadi kepala sekolah memulangkan siswa saat itu juga. Kepala sekolah khawatir terhadap keselamatan siswa-siswinya jika sekolah tetap dilanjutkan sampai pukul 13.30.

Para guru mengantar siswa ke halte dekat sekolah dan menunggu sampai semua anak masuk Metromini dan bus Patas sesuai arah rumah mereka.

Yang membawa mobilpun harus langsung jalan menuju rumah. Tidak boleh jajan dulu di kantin sekolah. Tidak boleh juga ada anak yang main ke rumah teman, mampir di mal, atau nongkrong dimanapun, semua harus pulang langsung ke rumah. 

Saya masih tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi sampai sekolah dipulangkan lebih cepat. Saya pikir di Ciputat paling hanya terjadi tawuran besar-besaran antar sekolah seperti biasa.

Adik-adik saya yang SD dan SMP juga pulang lebih awal tapi tidak secepat saya, mereka baru tiba di rumah sekitar pukul 11 siang.

Kebetulan sekolah mereka tidak berada di jalan utama dan jaraknya dekat rumah sehingga relatif aman. Setelah menonton siaran berita barulah saya tahu bahwa memang ada kerusuhan.

Saat itu saya menonton berdua bersama ayah. Selain menonton berita beliau juga sibuk menelpon para wartawannya, memastikan mereka tidak ketinggalan berita namun juga wanti-wanti agar menjaga diri. 

Kerusuhan ternyata tidak hanya terjadi di Ciputat tapi di banyak tempat. Yang paling menyeramkan kerusuhan di Klender karena pengunjung mal terjebak di dalam sementara di luar ada kebakaran. Satu jam kemudian ayah ke kantor (waktu itu ayah pemimpin redaksi harian nasional yang jam ngantornya memang siang sampai menjelang dini hari).

Pada petang hari saya lihat para pekerja rumah tangga berkumpul di luar rumah dan dari mereka saya tahu bahwa Supermarket Santa di Kebayoran Baru, yang terletak dekat rumah, sedang dijarah habis-habisan.

Salah satu sopir tetangga bahkan baru saja membeli sepeda hasil jarahan. Entah toko mana yang dijarah karena di seputaran Santa ada banyak toko.

Ibu juga hampir tiap jam menelpon ayah memastikan apakah kantor dan ayah baik-baik saja. Ayah waktu itu tidak pulang ke rumah dan baru pulang pada hari Sabtu.

Sekolah diliburkan sejak kerusuhan 14 Mei. Ketika kembali ke sekolah saya lihat toko-toko sepanjang jalan tutup dan dicat "Pribumi" atau "Milik Haji Ali" dan sederet nama haji-haji lain.

Saya ketahui bahwa beberapa sahabat ibu telah pergi ke luar negeri karena takut, begitu kata ibu. Ibu alumni SMA Tarakanita 1 jadi punya banyak teman keturunan Tionghoa.

Ketika saya kuliah baru saya menyadari bahwa tanggal 12-14 Mei 1998 adalah hari bersejarah dimana reformasi muncul dan menjadi tonggak demokrasi di Indonesia. 

Saya sangat bersyukur bahwa pada 14 Mei 1998 sekolah pulang lebih cepat, karena kalau tidak, saya mungkin tidak akan pulang ke rumah dengan selamat karena sepanjang perjalanan dari sekolah ke rumah termasuk yang mengalami kerusuhan dan penjarahan parah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun