Jaringan internet sudah dibangun di Indonesia sejak 1990-an oleh Onno W Purbo dkk. Akan tetapi baru mulai berkembang sekitar tahun 1997-1998 ketika orang mulai banyak yang menggunakan email dan pesan instan di berbagai platform internet, terutama Yahoo.
Para pengguna internet waktu itu disebut sebagai netter. Lambat-laun istilah netter berganti rupa menjadi netizen.
Netizen (warganet) secara bebas dapat diartikan sebagai orang yang aktif dan berkegiatan di internet. Tapi makin lama istilah netizen diberikan hanya pada mereka yang aktif di media sosial. Ini karena secara tidak langsung telah terjadi "pengelompokan" untuk orang-orang yang punya minat berlainan di internet.
Orang yang mempunyai blog dan rajin menulis di blognya dinamakan narablog (blogger).
Sebutan narablog berasal dari Enda Nasution untuk membedakan persepsi dengan layanan penyedia blog, blogger.com (blogspot.com) milik Google.
Seorang narablog bisa menjadi full-time blogger yang menghasilkan duit dari blognya. Seseorang bisa disebut full-time blogger jika dia mendapat banyak iklan yang dipasang pada blognya, menerima tawaran menulis review, mendapat komisi dari program-program affiliate yang ditawarkan di blognya, dan mengerti SEO (search engine optimization).
Kompasianer yang menulis di Kompasiana tidak bisa disebut narablog karena tidak mengelola blog sendiri, Kompasianer bisa disebut penulis artikel atau penulis jurnal tapi bukan narablog (blogger).
Kemudian jika ada narablog ada juga vlogger. Orang yang rutin membuat vlog dalam bentuk video disebut vlogger. Vlogger sendiri berbeda dengan content creator.
Vlogger bisa dibilang mirip dengan wartawan karena membuat video human interest tentang kisah dan peristiwa yang terjadi dalam kehidupannya atau kehidupan orang lain.
Sedangkan content creator mirip seperti produser televisi. Seorang content creator bisa membuat video berdasarkan imajinasi, khayalan, dan kreasi visualnya. Bisa berupa kartun, rangkuman pengetahuan, kumpulan hal unik dan misterius, sampai video klenik-mistik.
Terakhir, istilah netter tetap dipakai namun disematkan pada orang yang hanya berselancar di internet untuk mencari informasi atau mengunduh sesuatu sesuai keperluannya, dan tidak berinteraksi dengan pengguna internet lain.
Sebelum era media sosial dimulai, apapun yang berasal dari internet tidak boleh dipercaya karena siapapun bisa memasukkan apapun ke internet tanpa persyaratan. Pada masa itu wartawan bahkan tidak diperbolehkan mengambil berita dari internet. Alasannya karena sumber di internet tidak jelas identitasnya dan tidak kredibel karena tidak diketahui latar belakang keilmuannya.
Sebelum media sosial "menguasai dunia", orang yang bukan wartawan boleh saja memasukkan berita ke media mengenai masalah yang dia temukan di sekitarnya. Akan tetapi dia harus lebih dulu berhadapan dengan sederet persyaratan yang diberikan media tersebut (salah satunya 5W+1H) supaya informasinya enak dilihat/dibaca dan bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Inilah yang dinamakan citizen journalism.
Tapi dunia berubah. Citizen journalism kini sudah menjadi netizen journalism.
Apa yang viral di media sosial jadi buruan wartawan untuk dijadikan berita di media arus utama.
Tretan Muslim, seorang komika atau disebut juga pelawak tunggal, pernah mengalami bagaimana caption foto yang dia buat ternyata jadi berita di satu situs berita terkemuka.
Padahal dia hanya bercanda saja menulis keterangan foto berisi saran supaya Jokowi melarang Tiktok, aplikasi video yang membuatnya terganggu oleh suara-suara yang dihasilkan aplikasi tersebut.
Belum lagi video (yang diduga perundungan) terhadap seorang siswi SMK di Bolaang Mongondow yang membuat polisi turun tangan karena beritanya menyebar kemana-mana, termasuk Kompas TV.
Juga cerita tentang pengemudi ojek di kompas.com tentang ojek online yang menikahi penumpangnya juga berasal dari cerita viral.
Viral dapat diartikan menyebarnya berita, cerita, kisah, atau video secara cepat di media sosial lalu menjadi populer. Karena populer secepat kilat maka secepat kilat pula redupnya, tenggelam oleh berita, kisah, cerita, dan video terbaru yang disebarkan netizen yang lain.
Media arus utama tidak pernah kehabisan bahan berita karena hampir tiap hari ada saja yang viral dari media sosial.
Netizen, secara tidak langsung, telah membuat banyak koran, tabloid, dan majalah gulung tikar. Anak-anak muda lebih senang menjadi netizen yang leluasa bercengkrama dengan artis idola mereka di Instagram dan YouTube daripada membaca media cetak yang basi beritanya dan membosankan isinya.
Maka, carilah berita pada netizen karena sekarang kita memasuki era netizen journalism.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI