Politik dan kampanye pemilihan umum selalu menjadi topik yang hangat dan menarik perhatian publik.Â
Namun, fenomena yang sering terjadi di dalamnya adalah banyak politisi yang membuat janji-janji besar dan muluk-muluk untuk memenangkan dukungan dari masyarakat.Â
Dalam proses kampanye, para politisi berlomba-lomba membuat janji demi janji untuk menggugah perasaan rakyat, dengan harapan bisa menang di pemilihan. Namun, sayangnya, janji-janji tersebut seringkali tidak realistis dan tidak dapat dipenuhi oleh politisi setelah terpilih.
Hal ini tidak jarang menjadi alat manipulasi massa, di mana politisi memanfaatkan janji-janji mereka untuk meraih dukungan dan memenangkan pemilihan, tanpa benar-benar memikirkan keterlaksanaan dari janji-janji tersebut.Â
Janji-janji yang berlebihan itu seringkali memberikan harapan palsu kepada masyarakat, yang pada akhirnya akan kecewa ketika janji tersebut tidak terpenuhi. Sehingga, mempertanyakan sejauh mana kita dapat mempercayai janji-janji para politisi.
Seringkali janji-janji politik yang dibuat oleh para politisi tidak realistis dan tidak dapat dipenuhi setelah mereka terpilih.Â
Nah, janji-janji tersebut seringkali terlalu muluk-muluk dan tidak mempertimbangkan keterbatasan yang ada, seperti anggaran dan kemampuan politisi itu sendiri. Hal ini menyebabkan kekecewaan masyarakat terhadap politik dan politisi yang terpilih.
Dampak buruk dari janji-janji politik yang tidak realistis adalah masyarakat kehilangan kepercayaan dan keberpihakan terhadap politisi.Â
Masyarakat merasa dipermainkan oleh para politisi yang seakan-akan hanya mengatakan apa yang masyarakat ingin dengar untuk memenangkan pemilihan.Â
Kekecewaan masyarakat ini kemudian berdampak pada penurunan partisipasi pemilih di pemilihan berikutnya, karena mereka merasa tidak ada perbedaan yang signifikan antara politisi yang berkuasa saat ini dan politisi yang terpilih selanjutnya. Hal ini dapat menyebabkan kemerosotan kualitas demokrasi dan ketidakstabilan politik.