Mohon tunggu...
Yan Okhtavianus Kalampung
Yan Okhtavianus Kalampung Mohon Tunggu... Penulis - Narablog, Akademisi, Peneliti.

Di sini saya menuangkan berbagai pikiran mengenai proses menulis akademik, diskusi berbagai buku serta cerita mengenai film dan lokasi menarik bagi saya.

Selanjutnya

Tutup

Film

Juang Lelaki yang Mengubah Dunia Matematika (Review Film "The Man Who Knew Infinity")

4 Maret 2024   03:37 Diperbarui: 4 Maret 2024   05:13 688
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Film "The Man Who Knew Infinity" merupakan sebuah biopik yang mengisahkan kehidupan Srinivasa Ramanujan, seorang matematikawan jenius asal India yang karyanya telah memberikan kontribusi yang signifikan dalam teori bilangan dan fungsi matematika. 

Dirilis pada tahun 2015, film ini disutradarai oleh Matthew Brown dan dibintangi oleh Dev Patel sebagai Ramanujan dan Jeremy Irons sebagai G.H. Hardy, seorang profesor di Universitas Cambridge yang menjadi mentor bagi Ramanujan.

Tulisan ini akan menggali lebih dalam tentang film tersebut, mulai dari sinopsis, analisis karakter, hingga dampaknya terhadap penonton dan dunia matematika.

Sinopsis

"The Man Who Knew Infinity" mengikuti perjalanan hidup Ramanujan dari kehidupannya di Madras (sekarang Chennai), India, di mana ia menghadapi kemiskinan dan diskriminasi, hingga perjalanannya ke Cambridge, Inggris, untuk bekerja dengan Hardy. 

Meski tanpa pendidikan formal yang memadai dalam matematika, Ramanujan memiliki keahlian luar biasa dalam teori bilangan, yang memungkinkannya untuk mengembangkan teori-teori baru yang revolusioner.

Srinivasa Ramanujan, meskipun seorang jenius matematika, menghadapi berbagai hambatan sepanjang hidupnya, baik secara pribadi maupun profesional. Hambatan-hambatan ini tidak hanya bersumber dari kemiskinan dan keterbatasan akses ke pendidikan formal yang layak, tetapi juga dari tantangan budaya dan institusional yang dia hadapi saat berusaha untuk mendapatkan pengakuan atas karyanya. Berikut adalah beberapa hambatan utama yang dialami oleh Ramanujan:

1. Kemiskinan dan Akses Terbatas pada Pendidikan

Ramanujan lahir dan dibesarkan dalam kondisi kemiskinan di India Selatan. Aksesnya ke pendidikan formal, khususnya pendidikan lanjutan dalam matematika, sangat terbatas. 

Meskipun dia menunjukkan bakat luar biasa sejak usia muda, keadaan ekonomi keluarganya dan kurangnya sumber daya pendidikan membatasi kemampuannya untuk berkembang secara akademis dalam cara yang lebih tradisional.

2. Diskriminasi dan Isolasi Akademis

Ketika Ramanujan mencoba untuk membagikan hasil kerjanya dengan akademisi lokal dan di Inggris, dia sering kali diabaikan atau ditolak karena tidak memiliki latar belakang pendidikan formal yang standar dan karena prasangka terhadap asal-usulnya. 

Dia mengalami kesulitan untuk diterima oleh komunitas matematika yang pada saat itu didominasi oleh Eropa, yang sering kali skeptis terhadap karyanya karena cara pendekatannya yang tidak konvensional dan kurangnya bukti formal dalam beberapa teoremanya.

Sumber: https://www.facebook.com/photo/?fbid=312339102480898&set=ecnf.100069165851068
Sumber: https://www.facebook.com/photo/?fbid=312339102480898&set=ecnf.100069165851068

3. Perbedaan Budaya dan Agama

Setelah Ramanujan berangkat ke Inggris untuk bekerja dengan G.H. Hardy di Universitas Cambridge, dia menghadapi tantangan budaya dan agama yang signifikan. Sebagai seorang Hindu yang taat, dia berusaha untuk mempertahankan praktik keagamaan dan diet vegetarian-nya di tengah-tengah perang dunia dan lingkungan Inggris yang asing baginya. Ini menambah perasaan isolasi dan kesendirian yang dia rasakan, jauh dari keluarga dan rumahnya di India.

4. Kesehatan

Kesehatan Ramanujan terus menurun selama masa tinggalnya di Inggris. Dia menderita berbagai masalah kesehatan, yang diperparah oleh cuaca dingin, diet yang tidak memadai, dan mungkin juga stres dari pekerjaan dan isolasi sosial. Penyakitnya menjadi salah satu hambatan terbesar dalam karyanya, akhirnya memaksa dia untuk kembali ke India, di mana kondisinya terus memburuk hingga kematiannya pada usia yang sangat muda, 32 tahun.

5. Penerimaan Karya

Meskipun Ramanujan memiliki intuisi matematika yang luar biasa, dia sering kali kesulitan untuk menyampaikan ide-idenya dalam istilah yang dapat diterima oleh komunitas matematika saat itu. Kurangnya bukti formal dalam beberapa teoremnya menyebabkan tantangan dalam penerimaan dan publikasi karyanya. Ini merupakan hambatan yang signifikan dalam usahanya untuk mendapatkan pengakuan atas kontribusinya yang berharga.

Kisah ini menggarisbawahi perjuangan Ramanujan untuk diakui dalam komunitas ilmiah yang didominasi oleh Eropa, serta hubungannya yang kompleks dengan Hardy, yang meskipun awalnya skeptis, akhirnya menjadi pendukung terbesarnya. Film ini juga menyoroti konflik internal Hardy, seorang ateis dan empiris, yang berusaha memahami dan menghargai intuisi matematika Ramanujan yang sering kali bersifat spiritual.

Analisis Karakter

Dev Patel berhasil menghidupkan karakter Ramanujan dengan penampilan yang mengesankan, menangkap dedikasi, kerendahan hati, dan kegeniusan Ramanujan. Sementara itu, Jeremy Irons memberikan performa yang kuat sebagai G.H. Hardy, menampilkan perubahan karakter dari skeptisisme menjadi kekaguman dan dukungan terhadap Ramanujan.

Dinamika antara Ramanujan dan Hardy adalah jantung dari film ini, menggambarkan bagaimana perbedaan budaya, agama, dan pandangan ilmiah mereka tidak menghalangi pembentukan kolaborasi matematika yang mendalam dan persahabatan yang tulus.

Dampak dan Penilaian

"The Man Who Knew Infinity" tidak hanya berhasil sebagai sebuah kisah inspiratif tentang pencapaian ilmiah, tetapi juga sebagai pengingat tentang pentingnya keragaman dan inklusivitas dalam ilmu pengetahuan. Film ini mendorong penonton untuk menghargai kontribusi ilmuwan dari berbagai latar belakang budaya dan sosial.

Dalam konteks matematika, film ini membuka mata banyak orang terhadap kehidupan dan karya Ramanujan, yang mungkin tidak sepopuler ilmuwan lain dalam diskursus populer. Film ini juga menekankan pentingnya intuisi dan kreativitas dalam penelitian matematika, selain logika dan bukti formal.

Kesimpulan

"The Man Who Knew Infinity" adalah sebuah film yang menggugah dan mendidik, mengisahkan kehidupan seorang pria yang karyanya telah mengubah dunia matematika. Melalui narasi yang kuat dan penampilan yang meyakinkan dari pemerannya, film ini berhasil menyampaikan pesan tentang keberanian, persahabatan, dan pencarian pengetahuan. Ini adalah penghormatan yang layak untuk Srinivasa Ramanujan dan warisannya yang abadi dalam dunia ilmu pengetahuan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun