Dalam bukunya "The Status Game: On Social Position and How We Use It," Will Storr mengeksplorasi dinamika kompleks status sosial dan pengaruhnya terhadap perilaku manusia. Konteks kekinian, yang ditandai oleh media sosial dan globalisasi, menambah lapisan baru dalam permainan status yang telah dimainkan sepanjang sejarah manusia.Â
Storr menyelidiki bagaimana permainan kebajikan dan kesuksesan membentuk interaksi kita, dari peniruan sosial hingga konsumsi mencolok.Â
Diskusi ini relevan dan penting, mengingat bagaimana keinginan untuk mendapatkan pengakuan dan pengaruh dalam masyarakat modern sering kali membentuk identitas kita, mempengaruhi keputusan kita, dan mengarahkan aspirasi kita.
Penelitian tentang permainan prestise, khususnya kebajikan dan kesuksesan, telah mengungkap banyak aturan tersembunyi dalam perilaku manusia, menjelaskan mengapa beberapa orang mampu menarik perhatian dan pengikut dengan cara yang menakjubkan.Â
Ketika seseorang menunjukkan nilai mereka dalam permainan ini, baik melalui kebajikan atau kesuksesan yang mencolok, mereka secara otomatis mendapatkan perhatian dari rekan-rekan mereka yang melihat ini sebagai peluang untuk juga meningkatkan status mereka sendiri.Â
Kehadiran dan perhatian yang diberikan kepada individu prestisius ini, mulai dari kontak mata yang intens hingga penggunaan gelar kehormatan, merupakan bentuk pemberian status simbolis.
Fenomena meniru, mulai dari cara berpakaian hingga perilaku dan keyakinan, adalah bagian alami dari usaha manusia untuk menaiki tangga sosial. Hal ini terjadi baik secara sadar maupun bawah sadar, dengan individu berusaha keras untuk menyerap sebanyak mungkin dari mereka yang dianggap sebagai model peran.Â
Proses peniruan ini, yang telah ada sejak lama dan juga ditemukan di antara spesies lain seperti monyet, mencapai tingkat yang lebih kompleks di kalangan manusia, dimana kita cenderung meniru semua aspek dari individu yang diidolakan, termasuk elemen yang mungkin tidak secara langsung berkaitan dengan kesuksesan atau kebajikan yang ditampilkan.
Manusia dilahirkan dengan kemampuan untuk mengidentifikasi siapa yang layak untuk ditiru, menggunakan serangkaian 'petunjuk' yang bervariasi mulai dari kesamaan diri hingga tanda-tanda kesuksesan yang terlihat. Proses ini dimulai sangat dini dalam kehidupan, dengan bayi menggunakan pengetahuan budaya awal mereka untuk fokus belajar dari individu yang tampaknya mengetahui lebih banyak.Â
Penelitian menunjukkan bahwa kita cenderung meniru orang yang menunjukkan kompetensi dan memiliki simbol status, seperti perhiasan atau gelar akademik yang mengesankan, yang menandakan kesuksesan mereka.