Mohon tunggu...
Yan Okhtavianus Kalampung
Yan Okhtavianus Kalampung Mohon Tunggu... Penulis - Narablog, Akademisi, Peneliti.

Di sini saya menuangkan berbagai pikiran mengenai proses menulis akademik, diskusi berbagai buku serta cerita mengenai film dan lokasi menarik bagi saya.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dosen, Solusi Krisis ISBN, dan Tim Penjaminan Mutu

4 Desember 2023   02:21 Diperbarui: 5 Desember 2023   07:00 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagai orang yang tidak terlibat banyak dengan soal penerbitan buku, saya baru saja tahu kalau ternyata jatah ISBN Indonesia itu terbatas. 

Semenjak kuliah hingga saat ini bekerja di dunia akademis, saya sering mendengar informasi betapa mudahnya mendapatkan ISBN.

Banyak penerbit-penerbit indie yang menawarkan jasa penerbitan buku dalam jumlah yang sedikit tapi bisa mendapatkan nomor ISBN. Ini dilakukan untuk berbagai kepentingan. 

Kepentingan pribadi yang ingin mempopulerkan karyanya atau untuk memenuhi tuntutan administrasi tertentu.

Mungkin tingkah laku para penerbit itu memberi efek secara langsung sehingga terjadi " pemborosan" jatah ISBN Indonesia. Tapi saya tidak akan mengarah ke situ. 

Saya lebih tertarik melihat ke hulu persoalan, yaitu kenapa begitu banyak buku yg perlu diterbitkan tapi hanya dalam jumlah terbatas.

Sebagai intermezzo, saya seorang peneliti yang sementara bekerja dari luar negeri. Saya sering sekali mengalami kesulitan untuk mengakses buku-buku Indonesia. 

Para penerbit Indonesia, khususnya yang berskala kecil, jarang meng-unggah buku terbitannya ke platform online seperti Google Books misalnya. Padahal banyak buku yang terbit tiap bulannya.

Sekarang dengan adanya krisis ISBN, saya jadi bertanya lalu untuk apa semua penerbitan buku ber-ISBN itu?

Sebagai pekerja dunia akademis, saya tahu bahwa salah satu penilaian kenaikan pangkat dosen di Indonesia itu adalah penerbitan buku ber-ISBN. Ini membuka kemungkinan dosen hanya menerbitkan buku dalam jumlah sedikit, sekedar untuk mendapatkan buku ber-ISBN.

Saya tidak akan mempersalahkan praktek itu, kalau memang itu terjadi. Tapi saya kira buku ber-ISBN bisa lebih bermanfaat daripada sekedar untuk poin KUM (istilah untuk menyebut nilai syarat untuk kenaikan pangkat dosen).

Dari kondisi ini mungkin saya bisa mengusulkan satu solusi untuk Krisis ISBN, yaitu membentuk Tim Penjaminan Mutu untuk penerbitan ISBN. 

Saya setuju dengan salah satu langkah pemerintah untuk membatasi penerbitan ISBN kedepannya. Ya, mau bagaimana lagi wong itu jatahnya udah mau habis.

Tapi pembatasan itu harus berdasarkan kriteria yang jelas. Saya kira itu fungsi dari Tim Penjaminan Mutu. Untuk bisa menerbitkan ISBN, pemerintah perlu menjamin agar tidak terjadi lagi pemborosan seperti yang mungkin saja dilakukan oleh para dosen, seperti yang saya sebutkan di atas.

Kita tetap butuh dosen menerbitkan buku sebagai bentuk produksi ilmu pengetahuan dan kontribusi kepada masyarakat luas. Tapi seyogyanya penerbitan buku untuk sekedar urusan administrasi perlu diawasi.

Maka buku yang layak untuk mendapat ISBN dalam konteks dunia akademis menurut saya adalah buku yang memiliki nilai originalitas keilmuan agar lahir terus pengetahuan baru bagi masyarakat  dan perlu dicetak dalam jumlah yang banyak agar diseminasi ilmu pengetahuan ke ranah publik bisa berjalan terus.

Semua diserahkan kepada pemerintah mau bagaimana kedepannya. Tapi hubungan antara dosen dan ISBN sejauh ini tidak bisa dilepaskan. 

Dan untuk bisa menyelesaikan krisis ISBN, pemerintah perlu melihat bagaimana kebijakan terkait krisis ini akan berdampak bagi dosen. Dan mungkin lebih dalam daripada itu mungkin kelakukan para dosen juga menjadi salah satu penyebab terciptanya krisis ISBN ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun