Mencoba Memanusiakan Manusia
"Kenapa engkau tak merasa jijik, saat asik berbincang-bincang dengan kedua orang gelandangan yang tengah makan itu". Sebuah pesan yang barusan dikirim oleh teman ku, melalui aplikasi ponsel pintarku.Â
Aku pun tak membalas pesan tersebut. Tapi malah terus bercengkrama dengan sepasang suami renta tersebut. Hingga suara nada dering pesawat telepon selelur ku, yang menghentikan obrolan ku dengan mereka.
Kemudian aku pun pamit kepada kedua orang tua tersebut. Di tengah perjalanan pulang. Teman wanita ku merajuk tak karuan. Sambil mengatakan jika aku telah membikin malu dirinya. Hingga tak akan lagi mengajak ku. Saat dirinya mau pergi kepasar.Â
Sebab, dirinya merasa malu, akibat ulah ku. Karena, semua orang dipasar, mulai dari pedagang hingga para pembeli. Pada menegurnya dan bertanya kepadaknya. " Kenapa temanmu mau ngobrol dengan para gembel tersebut, apakah saduranya? apa mungkin temanya?". Ujar kawanku, sambil menyandarkan kepalanya dikaca mobil. Usai membeli keperluan di pasar.Â
Mendapat pertanyaan tersebut. Sambil menyetir, Aku pun sontak langsung memberikan jawaban. Kepada kawan ku, yang anggun terus wangi nan cantik jelita, berlimpahkan harta tersebut.Â
Wahai Kawan ku, wahai cantik ku. Kedua orang tua kumel plus dekil tadi. Adalah Tunawisma. Dan tanpa sanak saudara, tanpa anak, tanpa penghasilan harian maupun bulanan. Tanpa bantuan pemerintah ataupun lainya.
Sehingga sehari-harinya memang selalu begitu. Tiap pagi hingga sore, selalu duduk diemperan, untuk memungut makanan sisa-sisa. Serta barang-barang bekas seperti botol dan palstik. Untuk dijual ke tempat rongsokan.Â
Meski hasilnya tak seberapa. Tapi cukup membuat mereka bisa tertawa penuh makna.Â
Dan kamu tahu apa tidak, tempat buat mereka makan dan tempat buat mereka tidur maupun lainya. Hanya diemperan pojokan ruko pasar itu sendiri. Beralaskan kardus bekas, berslimut koran. Paham!!!.Â