Dan dengan suara bergetar, sambil memeluk ku dengan erat. Serta terus meminta maaf kepadaku. Lalu berujar, bahwa dirinya manusia yang sombong. Manusia yang hanya melihat dari sudut pandang nafsu dunia. Bukan dari sudut pandang agama dan ketuhanan.
Bahkan dirinya merasa berdosa. Karena setiap hari, membiarkan sebagian manusia kelaparan. Serta mengacuhkan tangan-tangan yang menengadah, hanya untuk meminta haknya. Sekadar buat makan disaat merasa lapar.Â
Jangankan buat mengasihi atau berbagi rezeki, menyentuh dan berdekatan saja. Dirinya tak mau melakukannya. Dimana setiap hari, dirinya selalu sibukan dengan kenikmatan dunianya. Yang tanpa merasa malu, untuk mau peduli dan mengasihi kepada sesama manusia.Â
Tangisan kawan ku itu pun terus membahana dalam pelukanku. Dia terus menerus menangis dengan pedih. Karena menahan rasa penyesalan yang paling dalam.Â
Sambil berkata dirinya orang punya, serta orang kaya harta. Tapi tak peka hatinya. Dia pun terus memeluku, Seraya berucap maafkanlah aku sebagai manusia dan selayaknya manusia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H