Munafik
Untaikan katamu, membuat semua orang kagum dan percaya serta berdecak kagum. Seribu kali aku menunjukan sebuah kebenaran pun, semua orang tak bakal mempercainya.
Dan ku tunjukan kebohonganmu pun mereka takan bergeming darimu. Walaupun itu semua adalah sebuah kebohongan belaka. Lihainya mulut mu menuntun semua orang memakan dengan lahapnya asumsimu.Â
Memang jahanam sekali perangai mu. Memutar waktu diatas detakan jarum jam yang membawa kesuksesan.Â
Miris memang. Tapi itu lah kamu semua, itu lah kelakuanmu semua. Dan itulah cara makan mu semua. Dan kamu juga tahu mereka semua bodoh dan mudah ditipu tapi punya pengaruh yang kuat disekelilingmu.
Kadang kegelisahan mereka juga memekikan gendang telingaku, walaupun nadanya sangat Sumbang tanpa kemerduan. Tetapi terus melengking penuh dengan keculasan.
Rasakan semua itu bangsat, teriaku saat tersimbul penyesalan segelintir orang kepadamu. Dan aku tetap mendoakan mu, karena bagiku, kepintaranmu hanya menipu, meski bagi para durjana disekelilingmu adalah ilmu.
Karena memang tak tahu, mana emas mana batu. Jangkan kepekaan hati, kebutaan mata dan nurani saja tak tahu.
Memang kamu sudah tuli  termakan nafsu keduniawian. Sehingga terlihat sangat pintar dalam untaian kata.
Engkau memang ahli dalam beretorika. Dan engkau mahir dalam bercanda.
Tapi engkau sangat bodoh, saat segepok timpukan kertas menghampirimu. Hilang dalam untaian kata  Bangsat mu.