Setelah malam itu, aku belum pernah lagi menyeduh kopi racikanmu. Karena takdir telah menjadikanmu candu dalam hal kumerindu.
Saat bintang datang menyapa. Ketika rembulan kembali tampak. Bersama sepi dan hening yang menyatu. Hanya ada kamu dalam ingatku. Hanya ada tatap matamu dalam bayangku. Hanya ada bayang rinduku ketika kamu menyuguhkan secangkir kopi hitam di atas mejaku.
Cangkir itu masih ada. Tertata rapi di atas rak gelas dapurku. Menguarkan aroma kopi yang kau seduh, dengan bubuk dan gula yang kau racik.
Malam kembali hadir, menemaniku berbaur dengan setumpuk pekerjaan yang  menjadi sebab mataku lembur. Tak ada lagi secangkir kopi yang lagi kuseduh. Tak ada lagi aromanya yang selalu menemaniku menatap layar komputer. Tak ada lagi tawaranmu yang kau tanyakan padaku, "mau dibuatkan kopi?".
Salam hangat.
Nurul Yamsy
Malang, 19 Agustus 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H