Mohon tunggu...
Inovasi

Daerah 3T dalam Ideologi Pembangunanisme Pendidikan dan Perananan Ilmu Sosial

13 November 2015   10:40 Diperbarui: 13 November 2015   18:05 2877
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Pertumbuhan pendidikan dan penelitian merupakan bidang yang cukup mengalami peningkatan dalam ideologi pembangunanisme ini, termasuk ilmu sosial. Tetapi ada pengeculian yang terjadi. Perluasan infrastruktur pendidikan dan ilmu pengetahuan hanya berlaku bagi bidang ilmu dan pengetahuan yang dianggap netral dan dapat dikendalikan oleh yang berkuasa. Hal ini turut membuat peranan ilmu sosial mengalami stagnasi. Bagaimana ilmu sosial dapat mengembangkan dirinya dalam keadaan seperti itu? Sebagian kerja ilmu sosial saat itu hanya bersifat teknis dan formalitas untuk memenuhi kepentingan proyek pembangunan sosial ekonomi oleh pemerintah yang tidak sepenuhnya peduli pada isi penelitian yang dilakukan.

Tetapi lebih mementingkan adanya bukti bahwa penelitian telah dilakukan untuk melengkapi proyek itu (Ariel Haryanto, 2006). Karena kekuatan pemerintah Orde Baru yang begitu ketat, maka ilmu sosial dengan sendirinya digunakan sebagai alat kepentingan pemerintah dan bukan kepentingan masyarakan. Intergitas diri seorang ilmuwan sosial pada saman ini terkotak-atik. Apa mau dikata, nasi sudah menjadi bubur. Dari sejarah inilah, ilmu sosial harus mengembalikan integritas dirinya sebagai ilmu yang peduli terhadap realitas masyarakat.  

Ideologi pembangunanisme yang telah dibahas sebelumnya, ternyata masih terjadi hingga sekarang. Ideologi ini semetara menggucangkan negara bertajuk kepulauan ini, baik pembangunan yang berkaitan dengan infrastruktur, maupun kesejahteraan dan sumber daya manusia. Namun ideologi ini belum terealisasi dengan baik, khususnya pembangunan sumber daya manusia yang berkaitan dengan peningkatan mutu pendidikan.

Pendidikan yang mendapat posisi utama pada saman Orde Baru tersebut, kini belum dirasakan secara menyeluruh oleh masyarakat Indonesia. Hal terlihat dengan banyak sekolah yang kemudian dinonaktifkan sementara oleh Kementrian Pendidikan dari daftar Dapodik jenjang SMA dan SMK. Penonaktifan ini dilakukan, karena sekolah-sekolah tersebut tidak melaporkan perkembangan sekolahnya. Bagaimana mungkin, sekolah yang berada di daerah 3T yang sarana infrastrukturnya belum ada dapat melaporkan perkembangan sekolahnya? Bukankah pelaporan itu membutuhkan jaringan internet dan sarana pendukung lainnya? Bukankah nama daerah 3T itu telah mengindikasikan bahwa sekolah-sekolah itu juga termasuk sekolah 3T?

Berkaitan dengan hal diatas, perlu diingat bahwa pendidikan dalam rangka mengembangkan sumber daya manusia yang cerdas telah diamanahkan sejak berdirinya negara ini. UUD 1945 dengan jelas mengatakan bahwa semua warga negara Indonesia dari Sabang sampai Merauke harus mendapatkan pendidikan yang maksimal. Mencerdaskan kehidupan bangsa adalah bagian yang terpenting dari perkembangan negara ini. Jika itu telah menjadi amanah, lalu dimanakah peran pemerintah? Apakah mencerdaskan kehidupan bangsa hanya diperuntukan bagi segelintir orang saja?

Lalu, bagaimana nasib sekian banyak anak Indonesia yang sedang menangis akibat sekolah mereka yang tertinggal itu? Bukankah ini adalah bagian dari kemiskinan intelektual? Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, maka peranan ilmu sosial sangat dibutuhkan. Di sinilah letak peran dan fungsi ilmuwan sosial yang telah dan sedang mendedikasikan dirinya untuk membela hak rakyat kecil.

  1. Hak Ideologi Masyarakat

Pada bagian ketiga tulisan ini, sudah dijelaskan secara sederhana mengenai ideologi Pembangunanisme Pendidikan. Pada bagian ini, penulis segaja untuk menguraikan sedikit mengenai hak ideologis masyarakat yang sesungguhnya telah termeterai dalam diri masyarakat Indonesia. Kesengajaan ini dilalukan dalam kesadaran bahwa masyarakat Indonesia telah dan sejak dulu sudah mewarisi suatu hak paten yakni hak ideologis mereka. Hal ideologis itu meliputi hak untuk mendapatkan kelayakan status dan hak-hak kewarganegaraan yang sama, adil dan merata dengan sesama warga lainnya. Termasuk didalamnya hak politik dan pembangunan yang harus di jamin oleh pemerintah bagi setiap warga masyarakat yang ada di negara kepulauan ini.

Pancasila merupakan wadah dimana hak-hak ideologis masyarakat kepulauan ini disalurkan dan dimeteraikan. Akan tetapi masih terjadi pengecualian dan seakan menutup mata dari realitas yang telah ada sejak dulu itu. Berbagai cerita yang memilukan dan air mata kesedihan terus membasahi negeri ini. Hal ini terjadi akibat kelalain negara dalam hal menjaga kelestarian lingkungan dan terutama meningkatkan sumber daya manusia yang memadai di daerah-daerah 3T yang telah disebutkan.

Apabila hak ideologis ini tidak diperhatikan, maka sesungguhnya akan berdampak pada kemajuan nasional bangsa ini. Mengapa? Karena apabila hak-hak ideologis masyarakat kepulauan dan secara khusus yang berada di pulau-pulau kecil tidak diperhatikan, maka akan terjadi ancaman disentegrasi. Dengan demikian, jangan marah apabila masyarakat yang berada di pulau terluar akan merasa diperlakukan secara tidak adil oleh negara sehingga mudah bagi mereka untuk mendapat penetrasi dari negara luar. Pulau Tarakan di Kalimantan dan Pulau Lirang dan Wetar di Maluku Barat Daya merupakan daerah-daerah yang tergolong daerah 3T yang sangat diperhatikan oleh negara tentangganya.

  1. Catatan Penutup

Mengakhiri tulisan sederhana ini, ada beberapa catatan kritis yang dapat diambil sebagai cacatan penutup, yakni:

  1. Masyarakat Indonesia secara keseluruhan merupakan masyakarat kepulauan yang terdiri dari berbagai macam keberagaman. Keberagaman itu mesti menjadi identitas diri Indonesia dalam membangun negara ini.
  2. Pembangunan di negara ini, harus dilakukan secara menyeluruh bagi semua penduduk Indonesia dari Sabang sampai Merauke dalam segala aspek bidang kehidupan. Mengingat banyak sekali masalah yang dihadapi negara ini, maka sudah menjadi amanah bagi para pemangku kebijakan untuk melihat realitas kehidupan masyarakat. Karena kemiskinan dalam hal kebutuhan hidup sehari-hari dan kemiskinan intelektual semakin merebak di negeri ini serta masalah-masalah lainnya. Dengan demikian peranan pemerintah sangat diperlukan.
  3. Guna merealisasikan amanah UUD 1945 tentang mencerdaskan kehidupan bangsa, maka pendidikan harus diperhatikan, terutama dalam hal sarana dan prasarana penunjang. Dalam kaitan dengan itu, maka ideologi pembangunanisme pendidikan harus dilaksanakan, bukan sebatas ideologi semata. Saman Orde Baru memang sudah mencoba menumbuhkan pendidikan, namun masih bersifat politik. Ilmu-ilmu yang mengalami perkembangan hanyalah ilmu yang netral dan semuanya diatur oleh pemerintah. Dengan demikian hak ideologi masyarakat Indonesia harus menjadi acuan dalam pembangunanisme tersebut.
  4. Peranan ilmu sosial sebagai bagian penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ini perlu ditingkatkan perkembangannya. Karena dengan perkembangan itulah, ilmu sosial dapat melaksanakan tugasnya demi mengangkat harkat dan martabat masyarakat yang termarjinalkan akibat kekuasaan di negara ini. Melihat realitas yang semakin “timpang” ini, sudah menjadi tugas semua elemen masyarakat untuk mengembalikan citra negara Indonesia yang aman dari korupsi, kolusi dan nepotisme serta berbagai masalah lainnya. Namun, apabila pemangku kebijakan menyeleweng, maka ilmuwan sosial harus berperan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun