Mohon tunggu...
Munir Sara
Munir Sara Mohon Tunggu... Administrasi - Yakin Usaha Sampai

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian” --Pramoedya Ananta Toer-- (muniersara@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Setelah PLT Ketum Golkar Ada Kongres PAN

16 Agustus 2024   08:00 Diperbarui: 16 Agustus 2024   08:03 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkin kita perlu merenungi apa yang dituahkan Paul Collier dan Francis Fukuyama, bahwa stabilitas politik adalah kunci pencapaian demokrasi dan kemakmuran ekonomi. Ini tentang kondisi yang musykil, krisis geopolitik yang disertai suku bunga global yang masih tinggi dan berlangsung lama (higher and longer).

Dari dalam negeri, kita mengalami circular stagnation, sebagaimana teori Alvin Hansen (1938). Kendati pemerintah menerapkan kebijakan ekonomi Keynesian dengan fiskal royal, ekonomi masih stuck di 5%. Surplus neraca perdagangan kian tipis (US$ 0,47 miliar di Juli/2024). Kelas menengah melorot menjadi kelompok rentan, resiko defisit dan melebarnya rasio utang pemerintah serta resikonya menanti.

Momok ketidakpastian ekonomi tersebut, jangan sampai diperparah lagi dengan ketidakpastian politik. Minggu-minggu ini, artikel-artikel di semua media, menulis tentang market behavior yang cenderung menunda investasi atau wait and see. Dipicu oleh transisi pemerintahan pasca Pilpres dan jelang Pilkada. Michael Pettis dari Peking University pun mengiyakan, bahwa "ketidakpastian politik dapat menyebabkan investor menunggu sebelum membuat keputusan investasi."

Dalam siklus transisi pemerintahan, ekonomi membutuhkan kondisi yang guyub. Riak-riak politik jangan sampai mengalami ekstrapolasi pada ketidakpastian politik---kebijakan. Ini yang kita cemaskan. Yang pasti, kombinasi ketidakpastian politik dan ekonomi, dapat mendistraksi tujuan pembangunan dan pencapaian kemakmuran.

Minggu-minggu ini, khalayak dikejutkan oleh pengunduran diri mantan Ketum Golkar; Airlangga Hartarto dari jabatannya sebagai ketum Golkar. Tak ada yang mengira sedramatis itu. Pasalnya Golkar adalah inner circle kekuasaan, dan AH berada dalam circum politik Jokowi-Prabowo, yang notabene adalah pemenang Pilpres 2024. Yang berarti; positioning politiknya kuat---dalam anggapan publik.

Apalah itu, politik adalah labirin gelap yang musykil ditebak arahnya. Berbagai spekulasi kemudian muntah ke publik. Berbagai satire politik mencuat, bahwa "sekuat apapun pohon beringin, kalau berhadapan dengan tukang kayu, ia bisa dipermak jadi apapun." Makna yang dalam, tapi membuat kita semakin bertanya-tanya, "apa iya sesadis itu AH ditikung?" Bak pepatah, "menikam dari belakang." Tapi lagi-lagi, ini tentang labirin politik yang musykil itu.

Golkar adalah salah satu---meminjam istilah Rocky Gerung; "lumbung teknokrat." Oleh sebab itu, jangan biarkan Golkar terluka parah. Memar politik jangan sampai menjadi sepsis. Karena demokrasi kita membutuhkan aspek-aspek teknokrasi yang ditransfer dari partai politik seperti Golkar, PAN dll. Tanpa hal ini (teknokrasi), justru negara (akan) menuju jurang nestapa sebagaimana kekhawatiran Socrates dalam bukunya Benedict Anderson dkk berjudul "Mencari Demokrasi" (1999).

Resonansi pengunduran diri AH dan terpilihnya Agus Gumiwang sebagai PLT Ketum Golkar, lebih noise pada perbincangan tentang eskalasi vertikal---puncak kekuasaan. Ditengarai, ada "tangan tuhan (t) di balik pengunduran diri AH.

Berbeda dengan Golkar, sejak Juni/2024, dukungan arus bawah kader Partai Amanat Nasional (PAN) mendukung Zulkifli Hasan (ZH) kembali sebagai Ketum, sudah terasa. Melalui berbagai Rakerwil PAN, ZH didaulat kembali sebagai Ketua Umum PAN. Setali tiga uang dengan dukungan Ortom-ortom PAN.

Reasoning politik arus bawah PAN adalah; partai membutuhkan penguatan infrastruktur politik melalui tangan dingin seorang Ketum. Dengan keberhasilan ZH membawa suara PAN meningkat di Pemilu 2024, maka dengan kapabilitas yang dimiliki, kader-kader menginginkan ZH kembali memimpin PAN, agar lebih kuat lagi di Pemilu 2029.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun